Minggu, 02 September 2012

Langkah sukses memulai usaha sambil kuliah yang bisa dicoba para pemula yang berstatus sebagai mahasiswa.



Semangat Pagi :)

Langkah sukses memulai usaha sambil kuliah yang bisa dicoba para pemula yang berstatus sebagai mahasiswa.

Pertama, membangun mental entrepreneur. Langkah pertama yang perlu dijalankan para mahasiswa yaitu membangun mental entrepreneur dalam diri mereka. Meskipun sekarang ini mereka masih berstatus sebagai mahasiswa, namun jangan pernah minder dan takut untuk terjun di dunia usaha. Sebab, pada dasarnya semua bidang bisa Anda pelajari dari nol, termasuk juga ketika ingin belajar berwirausaha sejak duduk di bangku perkuliahan. Mulailah dengan memperkaya ilmu dan skill Anda melalui buku, majalah bisnis, mengikuti mata kuliah kewirausahaan yang ada di kampus Anda, mengikuti club maupun forum kewirausahaan di tempat kuliah Anda, mengikuti berbagai macam seminar maupun pelatihan bisnis yang ada di Indonesia, serta memperluas networking dengan bergaul di lingkungan para pengusaha muda.

Kedua, tentukan peluang bisnis yang sesuai dengan modal. Ketika mental Anda mulai terbangun, langkah berikutnya yang perlu diperhatikan adalah memilih jenis usaha yang sesuai dengan modal Anda. Yang dimaksudkan dengan modal disini tentunya tidak hanya berupa materi saja, namun juga meliputi modal skill, modal passion (hobi), waktu luang, dan lain sebagainya. Contohnya saja seperti menjadi reseller produk, menjadi penulis artikel, membuat beragam jenis aksesoris (seperti kerajinan flanel, kain perca, manik-manik, kerajinan sulam, dll), memproduksi coklat, camilan, atau aneka macam makanan ringan, bisnis pulsa berjalan, menyediakan jasa penerjemah, jasa les privat, jasa servis komputer maupun handphone, jasa rental komputer, jasa pembuatan website, serta masih banyak lagi peluang bisnis mahasiswa lainnya yang memberikan keuntungan cukup besar bagi para pelakunya.


Ketiga, bagi waktu Anda sebaik-baiknya. Sebagai mahasiswa, tentunya sebagian besar waktu Anda akan tersita di bangku perkuliahan dan sibuk mengerjakan tugas-tugas kampus yang setiap harinya menumpuk di meja belajar Anda. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan bila Andapun bisa merintis usaha kecil-kecilan di sela-sela jadwal kuliah Anda setiap hari. Yang terpenting, bijaklah dalam membagi waktu. Pisahkan waktu belajar Anda dengan waktu luang untuk merintis usaha. Misalnya saja ketika hari-hari kerja, gunakan waktu pagi hingga sore untuk fokus mengurus segala hal yang berhubungan dengan kuliah Anda. Sedangkan waktu malam hari atau ketika hari libur tiba, optimalkan tenaga dan pikiran Anda untuk menciptakan ide kreatif baru guna mengembangkan bisnis sampingan yang Anda rintis. Ketika waktu Anda bisa terbagi secara seimbang, maka kuliah dan bisnis Anda pun bisa berjalan beriringan.

Keempat, aktif berpromosi di lingkungan sekitar. Untuk mendukung perkembangan bisnis yang dijalankan, setidaknya Anda bisa mulai berpromosi di lingkungan sekitar Anda. Contohnya saja dengan menginformasikan produk atau jasa Anda kepada teman-teman kuliah, teman kost, keluarga, saudara, dosen-dosen Anda, atau mempromosikan bisnis tersebut melalui situs pertemanan online (sebut saja seperti facebook, twitter, blog, google plus, dan lain sebagainya).

Kelima, action dari sekarang. Setelah yakin dengan persiapan dan kemampuan yang Anda miliki, kini tidak ada alasan lagi bagi Anda untuk menunda-nunda rencana bisnis yang telah dibuat dan segera merealisasikannya untuk mendapatkan untung besar setiap bulannya.

Semoga informasi tips motivasi bisnis yang kami sampaikan pada pekan ini bisa memberikan tambahan semangat bagi para pembaca, dan menginspirasi seluruh mahasiswa di Indonesia untuk segera mulai berkarya menciptakan peluang kerja sebanyak-banyaknya. Maju terus UKM Indonesia dan salam sukses.

Semangat Pagi :)

Sabtu, 18 Agustus 2012

Idul Fitri 1 Syawal 1433 H

kata telah terucap, tangan telah bergerak.
Prasangka telah terungkap, tiada kata kecuali "saling maaf"
Jalin ukhuwah & kasih sayang raih indahnya kemenangan hakiki,

Maka dari itu,, Kami segenap Keluarga Besar Kopma Unila mengucapkan "Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1433 H" Mohon Maaf Lahir & Batin ^_^

Jumat, 13 Juli 2012

Penerapan Arsitektur Bisnis Untuk Pengelolaan Perguruan Tinggi

Oleh : Hendri Teja

Ketika saya menawarkan arsitektur bisnis untuk meningkatkan kinerja perguruan tinggi, banyak rekan-rekan pendidik yang sangsi. “Memangnya institusi pendidikan itu perusahaan?” menjadi sanggahan yang paling sering diajukan. Benar. Perguruan tinggi bukan perusahaan. Tetapi keduanya sama-sama organisasi. Dan sesungguhnya arsitektur bisnis memang sengaja diciptakan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Untuk menggerus salah kaprah ini, maka Mathiyas Thaib mendefinisikan arsitektur bisnis sebagai  cetak biru (blue print) atau rancangan dan rencana menyeluruh (comprehensive) serta terintegrasi (integrated) yang dimulai dari level atas (strategic layer) sampai kepada level bawah (operational layer). Definisi ini sangat khas organisasi bukan perusahaan semata.

Jiwa Arsitektur Bisnis

Lebih lanjut, arsitektur bisnis dijiwai oleh tiga konsep dasar yaitu Balanced Scorecard (BSC), rantai nilai (value chain) dan proses bisnis. Mari kita bedah, konsep ini satu persatu.

1. Balanced Scorecard (BSC)
Merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David Norton (Renaissance Solution, Inc.). BSC hadir sebagai kritik atas mainstream pengukuran kinerja keuangan, di mana keberhasilan perusahaan hanya dinilai dari segi keseimbangan neraca (balance sheet). BSC menawarkan pengukuran kinerja melalui empat perspektif, yaitu : (1) perspektif pembelajaran, (2) perspektif internal proses, (3) perspektif pengguna, dan (4) perspektif keuangan. BSC dinilai lebih layak karena, bagaimanapun juga, untuk memandu dan mengevaluasi suatu perjalanan perusahaan pada era informasi, harus disusun suatu nilai masa depan melalui investasi pada pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi.
2. Proses Bisnis
Pertama kali dilontarkan oleh Michael Hammer (Massachusetts Institute of Technology) dalam bukunya yang sangat terkenal “Business Process Reengineering” pada tahun 90‐an.  Ia bermaksud menyederhanakan cara‐cara bekerja korporasi dan pemerintah yang sudah terlanjur menjadi sangat birokratis, yang menyebabkan ketidakefisienan dan sangat sulit diintegrasikan dengan pendayagunaan teknologi informasi. Proses bisnis dapat didefinisikan sebagai kumpulan proses kerja yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan hubungan sebab akibat satu sama lainnya serta memiliki tujuan akhir di dalam sebuah organisasi perusahaan atau lembaga. Tujuan akhir proses bisnis adalah menciptakan atau memberikan nilai maksimun kepada para penggunanya.

3. Rantai Nilai (value chain)
Dipopulerkan oleh Michael  Porter, dan merupakan pengembangan dari konsep  proses bisnisnya Michael Hammer.  Inti dari konsep ini adalah penciptaan nilai tambah dari setiap aktivitas, proses kerja dan proses bisnis yang dilakukan.  Penjelasan seperti ini. Dalam menjalankan proses kerja di organisasi pasti terjadi hubungan atau interaksi antar proses baik di dalam kelompok proses utama maupun dengan proses penunjang. Ibarat suatu mata rantai (chain), masing-masing interaksi tersebut saling memiliki keterkaitan. Setiap aktivitas harus menciptakan nilai tambah untuk aktivitas berikutnya. Secara totalitas keterkaitan aktivitas-aktivitas tersebut merupakan proses penciptaan nilai tambah (added value). Sehingga aktivitas dan atau proses yang tidak bernilai tambah sebaiknya ditiadakan saja.

Maka jika arsitektur bisnis diibaratkan sebagai gedung pencakar langit. BSC adalah lantai-lantainya. Pada setiap lantai terjadi berbagai aktifitas yang kemudian menjadi proses kerja dan akhirnya membangun suatu proses bisnis. Interaksi antar proses baik di dalam kelompok proses utama maupun dengan proses penunjang saling terkait selayak mata rantai, di mana setiap proses bisnis berorientasi untuk meningkatkan nilai tambah bagi proses bisnis selanjutnya

Peta Operasional Perguruan Tinggi

Lantas, bagaimana konkrit penerapan arsitektur bisnis di perguruan tinggi? Secara paripurna tulisan ini akan sulit mengakomodir penerapannya. Karena itu kali ini kita akan menekankan pada generik strateginya saja, yaitu peta operasional perguruan tinggi.
Ketika bicara tentang peta operasional, maka kita akan mendedah tujuan organisasi. Banyak nian tujuan perguruan tinggi yang disosorkan. Tetapi jika mau dipukul rata, sebenarnya arahannya adalah benefit dan profit. Dan muara dari keduanya adalah pencapaian peningkatan nilai organisasi secara berkelanjutan.
Kelemahan mendasar dari banyak organisasi di tanah air kita adalah kegagalan menyusun peta operasional. Kegagalan ini menyebabkan ketidaktepatan strategi dan dampak dari strategi dengan harapan dari organisasi itu sendiri. Parahnya, seringkali manajemen perguruan tinggi hanya berfokus pada “ujung” operasional. Strategi yang dipakai berada di tahap “nyaris ke ujung”. Padahal yang namanya “ujung” tidak akan pernah terlepas dari keberadaan pangkal.

Ambil contoh, perguruan tinggi ingin menekankan peningkatan profit. Strategi yang diterapkan adalah membangun citra layanan pembelajaran. Manajemen pemasaran nomor wahid digelontorkan. Walhasil, berduyun-duyunlah calon mahasiswa baru mendaftar.
Namun, bagaimanapun penyelenggaraan perguruan tinggi tidak berhenti di tahapan penjualan. Salah satu proses utama adalah manajemen pembelajaran. Ini akan terkait dengan kualitas, biaya dan waktu penyerahan jasa tersebut. Jika pemasaran tidak iikuti dengan peningkatan manajemen pembelajaran, akibatnya pasti mahasiswa akan kecewa. Kualitas pembelajaran anjlok karena sarana prasarana tidak memadai, dosen tidak kompeten, tenaga kependidikan tidak ramah dan gemar mempersulit mahasiswa. Peserta didik yang kecewa dapat melakukan gerakan-gerakan yang menghambat penyelenggaraan perguruan tinggi –unjukrasa misalnya. Di lain sisi, sudah pasti kelemahan manajemen pembelajaran akan berdampak pada rendahnya kompetensi lulusan. Boleh jadi kekecawaan akan berlanjut pada perusahaan-perusahaan yang memperkerjakan alumni perguruan tinggi tersebut.
Lalu sadarlah kita bahwa untuk mencapai peningkatan nilai perguruan tinggi harus melintasi tahapan-tahapan, yaitu perspektif pembelajaran, perspektif internal proses, perspektif pengguna dan perspektif pemilik. Sebagai suatu tahapan maka jangan harap kondisi yang termaktub perspektif pemilik dapat dicapai dengan hanya menekankan perspektif pengguna semata. Pasalnya, perspektif pengguna adalah akibat dari perspektif internal proses yang merupakan muara dari kinerja perspektif pembelajaran. Pembagian ini adalah penerapan dari konsep BSC.

Misalnya begini. Peningkatan teknologi dan informasi pada perspektif pembelajaran akan berdampak membaiknya penggunaan sarana dan prasarana serta pembelajaran pada perpektif internal proses. Jika keduanya baik, secara otomatis  maka kualitas pembelajaran akan baik, biaya pembelajaran akan menurun, dan waktu pembelajaran juga akan membaik. Jika kualitas, biaya dan waktu tersebut membaik akan mendorong peningkatan  kompetensi dan prestasi dari mahasiswa. Ini adalah logika kausalitas yang menjiwai konsep rantai nilai.
Permasalahannya, bagaimana cara melaksanakannya? Peta operasional hanya memuat gagasan dasar, untuk dapat workable maka perlu dirumuskan tujuan strategi untuk setiap pemangku kepentingan, yang dilanjutkan dengan penetapan target strategi. Target inilah yang dijadikan tolok ukur proses pencapaian atau biasa disebut Key Performance Indicator. Setiap tujuan strategi memiliki program inisiatif yang harus dijalankan dan dilaksanakan secara berkelanjutan.
Untuk mencapai target-target tersebut maka program inisiatif harus di-breakdown lagi menjadi aktivitas-aktivitas sehingga semua tahu “siapa bertindak apa”. Semakin besar suatu organisasi maka semakin kompleks program insiatif yang harus dilakukan, dan semakin banyaklah aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan. Untuk lebih memudahkan perancangan ini, Mathiyas Thaib telah merancang  I- MT Diagram seperti terlihat pada gambar berikut ini :



Pada titik ini mungkin timbul pertanyaan mengerikan, “jadi setiap aktivitas tersebut harus dilakukan?” Tidak begitu juga. Porter menyebut untuk mencapai kinerja maksimal harus dipilih aktivitas utama dari ratusan aktivitas yang tersedia dalam proses bisnisnya agar tercapai diferensiasi dan tidak mudah ditiru oleh pesaingnya. Aktivitas utama ini adalah aktivitas yang dinilai berdampak signifikan terhadap pencapaian kinerja. Kemudian selenggarakan aktivitas dan proses tersebut dengan cara terbaik dan maksimal untuk memenuhi keinginan pelanggannya.



Tentu saja untuk menemukan KPI dan aktivitas utama tidaklah mudah. Perlu waktu khusus untuk menyusun KPI dari masing-masing perspektif, merumuskan program inisiatif dan mem-breakdown-nya menjadi aktivitas-aktivitas, dan menentukan aktivitas utamanya.
Perumusan ini hanya akan tepat sasaran jika kalangan manajemen kunci dan para pihak yang terkait dengan perumusan tersebut paham akan BSC, rantai nilai dan proses bisnis. Tiga konsep yang menjadi jiwa dari arsitektur bisnis.


Membangun Keadilan Sosial Ekonomi dari Koperasi

Koperasi adalah organisasi orang-orang yang dilandaskan pada prinsip yang jelas, kerjasama adalah kuncinya, bagi si miskin maupun si kaya, tua atau muda, laki-laki atau perempuan. Siapapun mereka, apakah sebagai individu-individu atau merupakan representasi sebuah kelompok dan bagi mereka segala usahanya ditujukan bagi tegaknya keadilan, demokrasi partisipatif adalah afiliasi koperasi. Tidak ada sifat permusuhan bagi koperasi terhadap siapapun. Tetapi koperasi dengan caranya sendiri sudah barang tentu menolak segala bentuk eksploitasi, penindasan, pembodohan, pemelaratan, dan sebagainya. Kezaliman adalah musuh abadi koperasi. 


Koperasi adalah bangunan sistem yang menginginkan terjadinya keadilan sosial ekonomi secara partisipatif. Di mana kita pahami bahwa suatu sistem ekonomi tentu tidak hanya sebuah perangkat institusional untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan yang ada, tetapi juga sebagai suatu cara untuk menciptakan dan membentuk keinginan-keinginan di masa depan. Demikian antara lain yang disampaikan oleh Suroto, Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I), salah satu pemakalah Seminar Nasional bertema ”Bersama Kaum Muda Membangun Ekonomi Bangsa”. Seminar tersebut diselenggarakan oleh Program Studi Manajemen Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta kerjasama dengan Induk Koperasi Kredit (Inkopdit) Jakarta, bertempat di Ruang Koendjono Lt 4 Gedung Pusat USD pada Senin (14/5) lalu. 


Inkopdit adalah induk koperasi kredit atau Credit Union (CU) yang awalnya dari Jerman Barat. Koperasi Kredit ini mulai di Indonesia sejak tahun 1970-an. Motto Cu adalah membantu diri sendiri dan membantu sesama. Credit Union sendiri artinya kumpulan orang-orang yang saling percaya. Demikian menurut Abat Elias, General Manager Inkopdit (alumnus Universitas Sebelas Maret Surakarta, 1986) dalam makalahnya berjudul ”Prospek Koperasi Kredit (Credit Union) di Tengah Lembaga Keuangan di Indonesia”.
Lebih lanjut ia mengatakan dalam kesimpulan bahwa CU/Koperasi pada umumnya hadir untuk mengimbangi kekuatan kapitalis yang sangat tidak adil terhadap mereka yang memiliki kemampuan kurang, yaitu sebagian besar rakyat Indonesia sendiri. Oleh karena itu kaum muda Indonesia harus lebih awal dan segera untuk memperkuat barisan dalam usaha membela hak-hak kaum yang kurang mampu. 



Rektor USD, Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtomo, SJ dalam sambutannya mengatakan bahwa perlunya kerjasama kelembagaan dalam usaha pemberdayaan SDM Indonesia. Sementara menurut Patrick Vivid, Ketua Panitia menambahkan bahwa kerjasama USD dengan Inkopdit ini untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan prinsip koperasi kredit/CU.
Dalam seminar tersebut juga menampilkan pemakalah lainnya, seperti: Titus Odong Kusumajati (USD) dengan tema ”CU sebagai Genuine Coorperative di Indonesia”; Prof. Lincolin Arsyad (Direktur MM UGM) dengan tema ”Prospek Koperasi Kredit/CU di Tengah Persaingan Bisnis Jasa Keuangan”; dan Romanus Woga (Ketua Pengurus Inkopdit) dengan tema ”Peran Koperasi Kredit/CU dalam Pembangunan Nasional”.
Seminar dihadiri sekitar 300 peserta, sebagian besar mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, seperti USD, UGM, UNY, dosen, birokrat, koperasi, LSM, Organisasi Masyarakat, dan lain-lain.
Suwandi



Tentang Kementerian Koperasi dan UKM



Di Indonesia, ide-ide perkoperasian diperkenalkan pertama kali oleh Patih di Purwokerto, Jawa Tengah, R. Aria Wiraatmadja yang pada tahun 1896 mendirikan sebuah Bank untuk Pegawai Negeri. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode.

Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.

Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi. Hingga saat ini kepedulian pemerintah terhadap keberadaan koperasi nampak jelas dengan membentuk lembaga yang secara khusus menangani pembinaan dan pengembangan koperasi.