Jl. Prof.Dr.Sumantri Brojonegoro No. 1 Gedung Meneng PKM Lt.1 Kampus UNILA Bandar Lampung 35145
Kamis, 25 Oktober 2012
Minggu, 02 September 2012
Langkah sukses memulai usaha sambil kuliah yang bisa dicoba para pemula yang berstatus sebagai mahasiswa.
Semangat Pagi :)
Langkah sukses memulai usaha sambil kuliah yang bisa dicoba para pemula yang berstatus sebagai mahasiswa.
Pertama, membangun mental entrepreneur. Langkah pertama yang perlu
dijalankan para mahasiswa yaitu membangun mental entrepreneur dalam diri
mereka. Meskipun sekarang ini mereka masih berstatus sebagai mahasiswa,
namun jangan pernah minder dan takut untuk terjun di dunia usaha.
Sebab, pada dasarnya semua bidang bisa Anda pelajari dari nol, termasuk
juga ketika ingin belajar berwirausaha sejak duduk di bangku
perkuliahan. Mulailah dengan memperkaya ilmu dan skill Anda melalui
buku, majalah bisnis, mengikuti mata kuliah kewirausahaan yang ada di
kampus Anda, mengikuti club maupun forum kewirausahaan di tempat kuliah
Anda, mengikuti berbagai macam seminar maupun pelatihan bisnis yang ada
di Indonesia, serta memperluas networking dengan bergaul di lingkungan
para pengusaha muda.
Kedua, tentukan peluang bisnis yang sesuai
dengan modal. Ketika mental Anda mulai terbangun, langkah berikutnya
yang perlu diperhatikan adalah memilih jenis usaha yang sesuai dengan
modal Anda. Yang dimaksudkan dengan modal disini tentunya tidak hanya
berupa materi saja, namun juga meliputi modal skill, modal passion
(hobi), waktu luang, dan lain sebagainya. Contohnya saja seperti menjadi
reseller produk, menjadi penulis artikel, membuat beragam jenis
aksesoris (seperti kerajinan flanel, kain perca, manik-manik, kerajinan
sulam, dll), memproduksi coklat, camilan, atau aneka macam makanan
ringan, bisnis pulsa berjalan, menyediakan jasa penerjemah, jasa les
privat, jasa servis komputer maupun handphone, jasa rental komputer,
jasa pembuatan website, serta masih banyak lagi peluang bisnis mahasiswa
lainnya yang memberikan keuntungan cukup besar bagi para pelakunya.
Ketiga, bagi waktu Anda sebaik-baiknya. Sebagai mahasiswa, tentunya
sebagian besar waktu Anda akan tersita di bangku perkuliahan dan sibuk
mengerjakan tugas-tugas kampus yang setiap harinya menumpuk di meja
belajar Anda. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan bila Andapun
bisa merintis usaha kecil-kecilan di sela-sela jadwal kuliah Anda setiap
hari. Yang terpenting, bijaklah dalam membagi waktu. Pisahkan waktu
belajar Anda dengan waktu luang untuk merintis usaha. Misalnya saja
ketika hari-hari kerja, gunakan waktu pagi hingga sore untuk fokus
mengurus segala hal yang berhubungan dengan kuliah Anda. Sedangkan waktu
malam hari atau ketika hari libur tiba, optimalkan tenaga dan pikiran
Anda untuk menciptakan ide kreatif baru guna mengembangkan bisnis
sampingan yang Anda rintis. Ketika waktu Anda bisa terbagi secara
seimbang, maka kuliah dan bisnis Anda pun bisa berjalan beriringan.
Keempat, aktif berpromosi di lingkungan sekitar. Untuk mendukung
perkembangan bisnis yang dijalankan, setidaknya Anda bisa mulai
berpromosi di lingkungan sekitar Anda. Contohnya saja dengan
menginformasikan produk atau jasa Anda kepada teman-teman kuliah, teman
kost, keluarga, saudara, dosen-dosen Anda, atau mempromosikan bisnis
tersebut melalui situs pertemanan online (sebut saja seperti facebook,
twitter, blog, google plus, dan lain sebagainya).
Kelima,
action dari sekarang. Setelah yakin dengan persiapan dan kemampuan yang
Anda miliki, kini tidak ada alasan lagi bagi Anda untuk menunda-nunda
rencana bisnis yang telah dibuat dan segera merealisasikannya untuk
mendapatkan untung besar setiap bulannya.
Semoga informasi tips
motivasi bisnis yang kami sampaikan pada pekan ini bisa memberikan
tambahan semangat bagi para pembaca, dan menginspirasi seluruh mahasiswa
di Indonesia untuk segera mulai berkarya menciptakan peluang kerja
sebanyak-banyaknya. Maju terus UKM Indonesia dan salam sukses.
Semangat Pagi :)
Sabtu, 18 Agustus 2012
Idul Fitri 1 Syawal 1433 H
kata telah terucap, tangan telah bergerak.
Prasangka telah terungkap, tiada kata kecuali "saling maaf"
Jalin ukhuwah & kasih sayang raih indahnya kemenangan hakiki,
Maka dari itu,, Kami segenap Keluarga Besar Kopma Unila mengucapkan
"Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1433 H" Mohon Maaf Lahir &
Batin ^_^
Selasa, 17 Juli 2012
Jumat, 13 Juli 2012
Penerapan Arsitektur Bisnis Untuk Pengelolaan Perguruan Tinggi
Oleh : Hendri Teja
Ketika saya menawarkan arsitektur bisnis untuk meningkatkan kinerja
perguruan tinggi, banyak rekan-rekan pendidik yang sangsi. “Memangnya
institusi pendidikan itu perusahaan?” menjadi sanggahan yang paling
sering diajukan. Benar. Perguruan tinggi bukan perusahaan. Tetapi
keduanya sama-sama organisasi. Dan sesungguhnya arsitektur bisnis memang
sengaja diciptakan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Untuk
menggerus salah kaprah ini, maka Mathiyas Thaib mendefinisikan
arsitektur bisnis sebagai cetak biru (blue print) atau rancangan dan rencana menyeluruh (comprehensive) serta terintegrasi (integrated) yang dimulai dari level atas (strategic layer) sampai kepada level bawah (operational layer). Definisi ini sangat khas organisasi bukan perusahaan semata.
Jiwa Arsitektur Bisnis
Lebih lanjut, arsitektur bisnis dijiwai oleh tiga konsep dasar yaitu
Balanced Scorecard (BSC), rantai nilai (value chain) dan proses bisnis.
Mari kita bedah, konsep ini satu persatu.
1. Balanced Scorecard (BSC)
Merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang dikembangkan pada
tahun 1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David
Norton (Renaissance Solution, Inc.). BSC hadir sebagai kritik atas
mainstream pengukuran kinerja keuangan, di mana keberhasilan perusahaan
hanya dinilai dari segi keseimbangan neraca (balance sheet). BSC
menawarkan pengukuran kinerja melalui empat perspektif, yaitu : (1)
perspektif pembelajaran, (2) perspektif internal proses, (3) perspektif
pengguna, dan (4) perspektif keuangan. BSC dinilai lebih layak karena,
bagaimanapun juga, untuk memandu dan mengevaluasi suatu perjalanan
perusahaan pada era informasi, harus disusun suatu nilai masa depan
melalui investasi pada pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi,
dan inovasi.
2. Proses Bisnis
Pertama kali dilontarkan oleh Michael Hammer (Massachusetts Institute
of Technology) dalam bukunya yang sangat terkenal “Business Process
Reengineering” pada tahun 90‐an. Ia bermaksud menyederhanakan cara‐cara
bekerja korporasi dan pemerintah yang sudah terlanjur menjadi sangat
birokratis, yang menyebabkan ketidakefisienan dan sangat sulit
diintegrasikan dengan pendayagunaan teknologi informasi. Proses bisnis
dapat didefinisikan sebagai kumpulan proses kerja yang memiliki
keterkaitan, ketergantungan dan hubungan sebab akibat satu sama lainnya
serta memiliki tujuan akhir di dalam sebuah organisasi perusahaan atau
lembaga. Tujuan akhir proses bisnis adalah menciptakan atau memberikan
nilai maksimun kepada para penggunanya.
3. Rantai Nilai (value chain)
Dipopulerkan oleh Michael Porter, dan merupakan pengembangan dari
konsep proses bisnisnya Michael Hammer. Inti dari konsep ini adalah
penciptaan nilai tambah dari setiap aktivitas, proses kerja dan proses
bisnis yang dilakukan. Penjelasan seperti ini. Dalam menjalankan proses
kerja di organisasi pasti terjadi hubungan atau interaksi antar proses
baik di dalam kelompok proses utama maupun dengan proses penunjang.
Ibarat suatu mata rantai (chain), masing-masing interaksi tersebut
saling memiliki keterkaitan. Setiap aktivitas harus menciptakan nilai
tambah untuk aktivitas berikutnya. Secara totalitas keterkaitan
aktivitas-aktivitas tersebut merupakan proses penciptaan nilai tambah
(added value). Sehingga aktivitas dan atau proses yang tidak bernilai
tambah sebaiknya ditiadakan saja.
Maka jika arsitektur bisnis diibaratkan sebagai gedung pencakar
langit. BSC adalah lantai-lantainya. Pada setiap lantai terjadi berbagai
aktifitas yang kemudian menjadi proses kerja dan akhirnya membangun
suatu proses bisnis. Interaksi antar proses baik di dalam kelompok
proses utama maupun dengan proses penunjang saling terkait selayak mata
rantai, di mana setiap proses bisnis berorientasi untuk meningkatkan
nilai tambah bagi proses bisnis selanjutnya
Peta Operasional Perguruan Tinggi
Lantas, bagaimana konkrit penerapan arsitektur bisnis di perguruan
tinggi? Secara paripurna tulisan ini akan sulit mengakomodir
penerapannya. Karena itu kali ini kita akan menekankan pada generik
strateginya saja, yaitu peta operasional perguruan tinggi.
Ketika bicara tentang peta operasional, maka kita akan mendedah
tujuan organisasi. Banyak nian tujuan perguruan tinggi yang disosorkan.
Tetapi jika mau dipukul rata, sebenarnya arahannya adalah benefit dan
profit. Dan muara dari keduanya adalah pencapaian peningkatan nilai
organisasi secara berkelanjutan.
Kelemahan mendasar dari banyak organisasi di tanah air kita adalah
kegagalan menyusun peta operasional. Kegagalan ini menyebabkan
ketidaktepatan strategi dan dampak dari strategi dengan harapan dari
organisasi itu sendiri. Parahnya, seringkali manajemen perguruan tinggi
hanya berfokus pada “ujung” operasional. Strategi yang dipakai berada di
tahap “nyaris ke ujung”. Padahal yang namanya “ujung” tidak akan pernah
terlepas dari keberadaan pangkal.
Ambil contoh, perguruan tinggi ingin menekankan peningkatan profit.
Strategi yang diterapkan adalah membangun citra layanan pembelajaran.
Manajemen pemasaran nomor wahid digelontorkan. Walhasil,
berduyun-duyunlah calon mahasiswa baru mendaftar.
Namun, bagaimanapun penyelenggaraan perguruan tinggi tidak berhenti
di tahapan penjualan. Salah satu proses utama adalah manajemen
pembelajaran. Ini akan terkait dengan kualitas, biaya dan waktu
penyerahan jasa tersebut. Jika pemasaran tidak iikuti dengan peningkatan
manajemen pembelajaran, akibatnya pasti mahasiswa akan kecewa. Kualitas
pembelajaran anjlok karena sarana prasarana tidak memadai, dosen tidak
kompeten, tenaga kependidikan tidak ramah dan gemar mempersulit
mahasiswa. Peserta didik yang kecewa dapat melakukan gerakan-gerakan
yang menghambat penyelenggaraan perguruan tinggi –unjukrasa misalnya. Di
lain sisi, sudah pasti kelemahan manajemen pembelajaran akan berdampak
pada rendahnya kompetensi lulusan. Boleh jadi kekecawaan akan berlanjut
pada perusahaan-perusahaan yang memperkerjakan alumni perguruan tinggi
tersebut.
Lalu sadarlah kita bahwa untuk mencapai peningkatan nilai perguruan
tinggi harus melintasi tahapan-tahapan, yaitu perspektif pembelajaran,
perspektif internal proses, perspektif pengguna dan perspektif pemilik.
Sebagai suatu tahapan maka jangan harap kondisi yang termaktub
perspektif pemilik dapat dicapai dengan hanya menekankan perspektif
pengguna semata. Pasalnya, perspektif pengguna adalah akibat dari
perspektif internal proses yang merupakan muara dari kinerja perspektif
pembelajaran. Pembagian ini adalah penerapan dari konsep BSC.
Misalnya begini. Peningkatan teknologi dan informasi pada perspektif
pembelajaran akan berdampak membaiknya penggunaan sarana dan prasarana
serta pembelajaran pada perpektif internal proses. Jika keduanya baik,
secara otomatis maka kualitas pembelajaran akan baik, biaya
pembelajaran akan menurun, dan waktu pembelajaran juga akan membaik.
Jika kualitas, biaya dan waktu tersebut membaik akan mendorong
peningkatan kompetensi dan prestasi dari mahasiswa. Ini adalah logika
kausalitas yang menjiwai konsep rantai nilai.
Permasalahannya, bagaimana cara melaksanakannya? Peta operasional
hanya memuat gagasan dasar, untuk dapat workable maka perlu dirumuskan
tujuan strategi untuk setiap pemangku kepentingan, yang dilanjutkan
dengan penetapan target strategi. Target inilah yang dijadikan tolok
ukur proses pencapaian atau biasa disebut Key Performance Indicator.
Setiap tujuan strategi memiliki program inisiatif yang harus dijalankan
dan dilaksanakan secara berkelanjutan.
Untuk mencapai target-target tersebut maka program inisiatif harus di-breakdown
lagi menjadi aktivitas-aktivitas sehingga semua tahu “siapa bertindak
apa”. Semakin besar suatu organisasi maka semakin kompleks program
insiatif yang harus dilakukan, dan semakin banyaklah aktivitas-aktivitas
yang harus dilakukan. Untuk lebih memudahkan perancangan ini, Mathiyas
Thaib telah merancang I- MT Diagram seperti terlihat pada gambar
berikut ini :
Pada titik ini mungkin timbul pertanyaan mengerikan, “jadi setiap
aktivitas tersebut harus dilakukan?” Tidak begitu juga. Porter menyebut
untuk mencapai kinerja maksimal harus dipilih aktivitas utama dari
ratusan aktivitas yang tersedia dalam proses bisnisnya agar tercapai
diferensiasi dan tidak mudah ditiru oleh pesaingnya. Aktivitas utama ini
adalah aktivitas yang dinilai berdampak signifikan terhadap pencapaian
kinerja. Kemudian selenggarakan aktivitas dan proses tersebut dengan
cara terbaik dan maksimal untuk memenuhi keinginan pelanggannya.
Tentu saja untuk menemukan KPI dan aktivitas utama tidaklah mudah.
Perlu waktu khusus untuk menyusun KPI dari masing-masing perspektif,
merumuskan program inisiatif dan mem-breakdown-nya menjadi
aktivitas-aktivitas, dan menentukan aktivitas utamanya.
Perumusan ini hanya akan tepat sasaran jika kalangan manajemen kunci
dan para pihak yang terkait dengan perumusan tersebut paham akan BSC,
rantai nilai dan proses bisnis. Tiga konsep yang menjadi jiwa dari
arsitektur bisnis.
Sumber : http://www.alomet.net/?p=1397
Membangun Keadilan Sosial Ekonomi dari Koperasi
Koperasi
adalah organisasi orang-orang yang dilandaskan pada prinsip yang
jelas, kerjasama adalah kuncinya, bagi si miskin maupun si kaya, tua
atau muda, laki-laki atau perempuan. Siapapun mereka, apakah sebagai
individu-individu atau merupakan representasi sebuah kelompok dan bagi
mereka segala usahanya ditujukan bagi tegaknya keadilan, demokrasi
partisipatif adalah afiliasi koperasi. Tidak ada sifat permusuhan bagi
koperasi terhadap siapapun. Tetapi koperasi dengan caranya sendiri
sudah barang tentu menolak segala bentuk eksploitasi, penindasan,
pembodohan, pemelaratan, dan sebagainya. Kezaliman adalah musuh abadi
koperasi.
Koperasi
adalah bangunan sistem yang menginginkan terjadinya keadilan sosial
ekonomi secara partisipatif. Di mana kita pahami bahwa suatu sistem
ekonomi tentu tidak hanya sebuah perangkat institusional untuk
memuaskan keinginan dan kebutuhan yang ada, tetapi juga sebagai suatu
cara untuk menciptakan dan membentuk keinginan-keinginan di masa depan.
Demikian antara lain yang disampaikan oleh Suroto, Ketua Lembaga Studi
Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I), salah satu pemakalah
Seminar Nasional bertema ”Bersama Kaum Muda Membangun Ekonomi Bangsa”.
Seminar tersebut diselenggarakan oleh Program Studi Manajemen
Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta kerjasama dengan Induk
Koperasi Kredit (Inkopdit) Jakarta, bertempat di Ruang Koendjono Lt 4
Gedung Pusat USD pada Senin (14/5) lalu.
Inkopdit
adalah induk koperasi kredit atau Credit Union (CU) yang awalnya dari
Jerman Barat. Koperasi Kredit ini mulai di Indonesia sejak tahun
1970-an. Motto Cu adalah membantu diri sendiri dan membantu sesama.
Credit Union sendiri artinya kumpulan orang-orang yang saling percaya.
Demikian menurut Abat Elias, General Manager Inkopdit (alumnus
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 1986) dalam makalahnya berjudul
”Prospek Koperasi Kredit (Credit Union) di Tengah Lembaga Keuangan di
Indonesia”.
Lebih
lanjut ia mengatakan dalam kesimpulan bahwa CU/Koperasi pada umumnya
hadir untuk mengimbangi kekuatan kapitalis yang sangat tidak adil
terhadap mereka yang memiliki kemampuan kurang, yaitu sebagian besar
rakyat Indonesia sendiri. Oleh karena itu kaum muda Indonesia harus
lebih awal dan segera untuk memperkuat barisan dalam usaha membela
hak-hak kaum yang kurang mampu.
Rektor
USD, Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtomo, SJ dalam sambutannya mengatakan
bahwa perlunya kerjasama kelembagaan dalam usaha pemberdayaan SDM
Indonesia. Sementara menurut Patrick Vivid, Ketua Panitia menambahkan
bahwa kerjasama USD dengan Inkopdit ini untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat, sesuai dengan prinsip koperasi kredit/CU.
Dalam
seminar tersebut juga menampilkan pemakalah lainnya, seperti: Titus
Odong Kusumajati (USD) dengan tema ”CU sebagai Genuine Coorperative di
Indonesia”; Prof. Lincolin Arsyad (Direktur MM UGM) dengan tema
”Prospek Koperasi Kredit/CU di Tengah Persaingan Bisnis Jasa Keuangan”;
dan Romanus Woga (Ketua Pengurus Inkopdit) dengan tema ”Peran
Koperasi Kredit/CU dalam Pembangunan Nasional”.
Seminar
dihadiri sekitar 300 peserta, sebagian besar mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi, seperti USD, UGM, UNY, dosen, birokrat, koperasi,
LSM, Organisasi Masyarakat, dan lain-lain.
Suwandi
Tentang Kementerian Koperasi dan UKM
Di Indonesia, ide-ide perkoperasian
diperkenalkan pertama kali oleh Patih di Purwokerto, Jawa Tengah, R.
Aria Wiraatmadja yang pada tahun 1896 mendirikan sebuah Bank untuk
Pegawai Negeri. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh
De Wolffvan Westerrode.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang
didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk
memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan
Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling
Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang
Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi
pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai
Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
Hingga saat ini kepedulian pemerintah terhadap keberadaan koperasi
nampak jelas dengan membentuk lembaga yang secara khusus menangani
pembinaan dan pengembangan koperasi.
Membangun Jaringan Usaha Koperasi Melalui Pelibatan Kakek-kakek, Nenek-nenek dan Atau Anak Muda yang Aneh, Mungkinkah?
disampaikan pada acara “lokakarya dalam rangka HUT Koperasi”, dilaksanakan oleh Dekopinda Kab.Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah, Indonesia, Tanggal 14 July 2012
A. Pembuka : Menguak Sejarah Singkat Kelahiran Koperasi di Dunia
Suatu
ketika, beberapa orang buruh pabrik berkumpual dan membicarakan tentang
bagaimana menciptakan kehidupan yang lebih berpengharapan. Gaji kecil
dan kebijakan pemilik perusahaan (majikan) yang cenderung egois dan tak
berperikemanusiaan, membuat kebutuhan hidup mereka kian terancam. Mereka merasa tak punya masa depan sama sekali. ”Persamaan nasib” telah
melahirkan semangat untuk merubah keadaan. Menghujat majikan bukan
pilihan yang menarik, karena bagaimanapun juga sang majikan telah
memberi mereka kehidupan walau masih jauh dari harapan. Berbuat hal yang
sama seperti majikan (membangun pabrik) juga sebuak kemustahilan atau
mimpi yang terlalu jauh. Akhirnya, mereka berkomitmen menyatukan segala
potensi dan sumber daya yang ada pada masing-masing orang. Karya
pertama dari penyatuan potensi itu berwujud “toko” yang menyediakan
segala kebutuhan mereka. Semua anggotanya berkomitmen untuk
membelanjakan kebutuhan di toko itu. Dalam waktu singkat, toko tersebut
menjadi besar dan bahkan bisa menghasilkan akumulasi margin yang mereka nikmati bersama. Akhirnya
mereka menyadari bahwa kebersamaan itu mendatangkan manfaat yang luar
biasa. Disatu sisi mereka tetap bisa bekerja menjadi buruh di pabrik
tersebut dan mendapatkan gaji tetap, disisi
lain mereka bisa menciptakan efisiensi melalui toko yang mereka miliki
bersama-sama. Dalam perjalanannya, toko itu kemudian menjadi besar dan
menjadi pembicaraan banyak orang. Kemudian mereka nama kan”kebersamaan” itu “koperasi (co-operative)”.
Cerita
singkat diatas di atas adalah cikal bakal lahirnya koperasi pertama
yang kemudian menginspirasi kelahiran koperasi-koperasi lain di dunia
ini, termasuk di Indonesia . Berkaca
dari sejarah tersebut dan kemudian membandingkan dengan sejarah
terbentuknya koperasi –koperasi di Indonesia, tentu terdapat perbedaan
situasi. Namun demikian, ada satu kesamaan yaitu
spirit menyemangati kelahirannya yaitu ”kebersamaan”. Satu hal yang
menjadi catatan penting bahwa kondisi insan-insan yang membentuk koperasi masa kini mayoritas jauh lebih baik dari pada nasib buruh-buruh pabrik itu.
Andai kemudian semangat membangun kebersamaan saat ini seperti
semangat yang melekat pada buruh dalam membentuk koperasi pertama di
dunia itu, sesungguhnya koperasi di Indonesia jauh lebih berpeluang
membangun dan mengembangkan aktivitas apapun . Bayangkan, seandainya bila
semua anggota koperasi membelanjakan kebutuhannya di toko milik
koperasi, maka dipastikan harga-harga di toko akan sama dengan
supermarket sebab kuantitas pembelian barang dari supplier berjumlah sama atau bahkan lebih dibanding yang dibeli oleh supermarket. Andai
semua anggota berkomitmen menekan atau mengendalikan naluri konsumsinya
dan menabungkan sisanya di koperasi, maka akan terkumpul sejumlah uang yang bisa dimanfatkan untuk untuk memenuhi kebutuhan pinjaman sebagian anggota yang sedang membutuhkan. Bahkan,
koperasi tak akan kesulitan modal bila ingin mengembangkan
aktivitas-aktivitas baru dalam rangka menyediakan segala kebutuhan
anggotanya.
B. Koperasi di Tengah Himpitan Individualisme Menggejala
Dalam konteks sejarah “kebersamaan”,
sesungguhnya rakyat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai
ketimuran sangat berpeluang mengembangkan koperasi. Namun demikian,
fakta lapangan menunjukkan masih jarang dan sulit mendapatkan
koperasi yang berkembang dan berdaya guna nyata bagi anggota dan
masyarakat. Pertumbuhan koperasi masih dalam wilayah pertumbuhan jumlah
(kuantitatif) dan masih jauh dari pertumbuhan kualitas. Apa yang salah
sesunggguhnya???.
Satu hal yang menjadi catatan penting bahwa mengembangkan koperasi identik
dengan mengembangkan perilaku kolektif didalam mencapai tujuan-tujuan
bersama. Disinilah letak persoalan bermula dimana realitas masyarakat
kekinian telah teracuni apa yang disebut dengan virus “individualisme”
yang bermula dari tumbuh kembangbangnya faham hedonisme bercirikan budaya konsumerisme. Perasaan
bangga bila lebih unggul dibanding lainnya (semangat kompetisi yang
menyesatkan), keberhasilan yang di ukur dari kemampuan mengumpulkan
harta, menipisnya kepedulian terhadap sesama, menipisnya kemauan untuk
saling mencerdaskan (saling asah,saling asuh,salah asih), menipisnya
rasa malu bertindak menyimpang , gampangnya masyarakat kelas bawah
tersulut isu, merupakan sederet fakta yang menegaskan virus individualisme kian akud menggerogoti karakter asli masyarakat Indonesia. Nilai-nilai “kebersamaan dan kesetiakawanan” telah mengalami kemerosoton tajam. Dalam peta yang demikian, koperasi dipaksa berhadapan langsung (face to face)
dengan realitas karakter mayoritas masyarakat yang jelas-jelas
berseberangan dengan spirit dan nilai-nilai yang diperjuangkan koperasi.
Dalam perspektif makro, menjadi menarik untuk menemukan muasal masuknya
virus individualisme sehingga lebih mudah membentuk pertahanan
(blokade) atau semacam perlawanan terhadap penyebaran virus dan
sekaligus mempermudah perumusan anti virus yang terlanjut merasuk.
Agenda ini menjadi penting guna memuluskan masuknya faham koperasi dalam
mindset masyarakat. Pada saat koperasi sudah menjadi “life style”, pada saat yang sama pembangunan masyarakat dalam arti luas otomatis
menjadi lebih mudah. Pada titik inilah sesungguhnya titik temu antara
tujuan pembangunan nasional dengan pembangunan koperasi karena hahekat
obyek yang dibangun adalah “sama” yaitu masyarakat. Oleh karena itu,
berbicara koperasi sesungguhnya tidak terbatas membicarakan ekonomi
saja, tetapi juga menyangkut pembentukan karakter sosial dan budaya dari
masyarakat.
C. Menilik Sekilas Realitas Mayoritas Koperasi dan Menelusur “Core Problem”.
Secara agregat, koperasi
di negeri tercinta ini belum mampu memerankan diri sebagai “soko guru
perekonomian negara “ sebagaimana di cita-citakan oleh bapak koperasi
(cq. Bung Hatta). Namun demikian,
tak bijak mencari siapa yang salah, tetapi lebih baik mencari musabab
yang menginspirasi penyusuan formulasi solusi komprehensif demi
terbangunnya koperasi yang lebih berpengharapan di masa depan.
Berdasarkan pemangatan dan pengalaman empiris, “core problem” dari ke-belum majuan dan ke-belum berkembangan koperasi adalah karena koperasi telah meninggalkan Jati diri nya dan tergiur ber-praktek layaknya non koperasi (PT, UD dan lain sebagainya). Koperasi menjeburkan diri pada logika-logika bisnis ansih yang diwarnai semangat saling mengalahkan (baca: persaingan) demi perolehan keuntungan yang sebesar-besarnya. Nafas kebersamaan, kegotong royongan, saling tolong menolong, kesetiakawanan, kian hari kian tidak terlihat
dalam proses transaksi koperasi. Bahkan koperasi semakin asik dengan
semangat pertumbuhan modal tanpa peduli apakah harus meng-eksploitasi
potensi anggota. Anggota sebagai pemilik, penentu kebijakan dan control
operasional hampir tidak berfungsi
lagi dan anggota diposisikan sebagai market (pangsa pasar). Dalam hal
ini, hubungan koperasi dengan anggotanya menjadi sebatas hubungan
transaksional layaknya antara konsumen dan produsen (baca: penjual dan
pembeli) di perusahaan-perusahaan non koperasi. Koperasi hampir tak lagi
tertarik memobilisasi kebersamaan sebagai modal terbesar dalam menghasilkan karya-karya multi makna. Koperasi tak berfikir lagi menpersonifikasikan diri sebagai “sosial movement”
dan penjaga gawang budaya. Koperasi telah difahami hanya dalam konteks
ekonomi dan menjalankannya dengan prinsip-prinsip ekonomi ansih. Istilah
SHU (Sisa Hasil Usaha) sudah tak memiliki nilai beda signifikan dengan
istilah “LABA” pada badan usaha
non koperasi. Bahkan, koperasi telah terjebak menjadi “agen strategis”
yang mempersubur produk-produk kapitalis. Koperasi tak berfungsi lagi
sebagai media edukasi yang
mewarnai pola hidup anggotanya. Kepentingan-kepentingan pribadi yang
dikerjasamakan tak lebih hanya aktivitas transaksional yang jauh dari
spirit kebersamaa dan terjebak fokus pada pemenuhan kebutuhan. Koperasi
tak tertarik lagi mengambil tanggungjawab untuk mengajarkan kepada
anggotanya bagaimana menggunakan uang dengan bijak (use money wisely). Koperasi pun tak berfungsi lagi sebagai edukator bagaimana anggota mensikapi
pola hidup kekinian dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip
kesederhanaan. Bahkan, tanpa disadari koperasi telah menjadi “agen sempurna” dalam menyuburkan spirit hedonisme yang berujung tumbuhnya pola hidup individualis.
Ironisnya, di satu sisi anggota selalu merasa tidak puas dengan kinerja
koperasi nya dan berujung pada pendeskriditan pengurus dan pengawas, di
sisi lain secara organisasi dan usaha koperasi tak kunjung lebih baik
di banding dengan pelaku-pelaku ekonomi non koperasi.
Koperasi harus kembali pada Jati Dirinya, sehingga layak berharap menjadi sokoguru ekonomi bangsa.
D. Telisik Masalah Koperasi Secara Mikro.
Sub Bahasan sebelumnya menegaskan bahwa core problem (masalah utama) kebelum berkembangan koperasi adalah karena
koperasi meninggalkan jati diri nya dan berpraktek sebagaimana badan
usaha lainnya. Sementara itu, secara mikro persoalan koperasi
sesungguhnya terletak pada orang-orangnya, sebab koperasi merupakan kumpulan orang. Jadi, kalau ada yang mengatakan kebelumberkembangan koperasi karena kurangnya modal sesungguhnya kurang tepat. Terbukti,
ketika koperasi di beri bantuan lewat ragam program pemerintah ternyata
tak bisa membuat koperasi itu melakukan lompatan kemajuan. Hal ini
mempertegas ke-belum majuan bermula dari orang-orang yang berkumpul di
dalamnya.
Secara singkat, ada 7 (tujuh) masalah utama yang melekat pada orang-orang koperasi,
yaitu; (i) lemahnya pemahaman tentang koperasi; (ii) tidak tegasnya
tujuan berkoperasi; (iii) belum adanya distribusi peran diantara unsur
organisasi dalam mencapai tujuan; (iv) belum adanya distribusi hasil
yang memotivasi partisipasi; (v) lemahnya jiwa kewirausahaan; (vi)
lemahnya managerial skill dan; (viii) lemahnya kepemimpinan (leadersip).
Oleh kaarena itu, kalau koperasi ingin mengakar dan besar, 7 (tujuh)
masalah dasar tersebut harus di selesaikan secara bertahap dan
berkesinambungan.
E. Edukasi Sebagai Kunci Membangun Koperasi Benar
Dalam
konsep jati diri koperasi, salah satu prinsipnya berbunyi pendidikan.
Lewat pendidikan akan terbentuk pemahaman yang tepat tentang apa,
mengapa dan bagaimana seharusnya berkoperasi. Lewat pemahaman, akan
lahir tindakan berpihak dan advokasi (pembelaan) terhadap koperasi.
Lewat akumulasi tindakan berpihak akan
teridentifikasi ragam potensi yang bisa dikelola menjadi aktivitas
produktif koperasi berbasis kebutuhan bersama . Pada titik inilah
koperasi bisa di defenisikan sebagai market terlokalisir (located market).
Pada iklim kebersamaan (kolektivitas) yang senantiasa terbangun dan
terjaga, keberlangsungan dan masa depan organisasi dan usaha koperasi
akan lebih terjamin.
Semua berawal dari pendidikan, sebab pendidikan adalah pintu memasuki
perubahan. Oleh karena itu, idealnya koperasi mendidik calon anggota
sebelum bergabung menjadi anggota. Dengan demikian, setiap anggota akan
memahami bahwa ber-koperasi sesungguhnya ikut mengambil tanggungjawab
secara sadar untuk membesarkan organisasi dan perusahaan. Anggota akan
menyadari bahwa setiap partisipasinya berpengaruh besar pada
ketercapaian apa-apa yang menjadi cita-cita
bersama. Disamping itu, anggota juga akan mengambil inisiatif untuk
saling menyemangati satu sama lain demi kesuksesan koperasi yang mereka miliki dan kendalikan bersama secara demokratis
Pada akhirnya, koperasi yang di huni oleh anggota yang memiliki
kesadaran dan memahami apa, mengapa dan bagaimana seharusnya berkoperasi
akan mewujud menjadi koperasi yang mengakar. Kemengakaran selanjutnya
akan berimbas pada kebesaran koperasi itu sendiri. Selanjutnya akumulasi koperasi yang “mengakar dan besar” akan
mampu memberikan kontribus dalam pembentukan tatanan kehidupan
masyarakat yang lebih bermartabat, khususnya dalam bidang ekonomi,
sosial dan budaya.
Untuk itu, metodologi pendidikan koperasi menjadi kunci efektif dalam skenario pembangunan koperasi yang genuine
(sesuai dengan konsepsinya). Metodologi yang diterapkan harus
memperhatikan obyek yang akan di didik, sehingga tingkat efektivitasnya
lebih terjamin. Di samping itu, ketersediaan edukator juga menjadi
bagian penting terselenggaranya proses pendidikan yang efektif.
Hal ini memang bukan perkara mudah, tetapi kebaikan dan kemuliaan
nilai-nilai yang diperjuangkan dan peluang kontribusi koperasi terhadap
pembangunan “kehidupan yang lebih baik”, menjadikan hal ini pantas di utamakan. Semangat
koperasi sepatutnya terus di kobarkan lewat keseimbangan antara
perkataan dan perbuatan, sehingga akan mendatangkan kepercayaan dan
sekaligus semangat masyarakat untuk menjadi bagian dari keluarga besar
koerasi.
F. Menggagas Kerja Sama Antar Koperasi
Hakekat koperasi adalah kerjasama (co-operative)
dari orang per orang yang memiliki keyakinan dan komitmen untuk hidup
bersama, khususnya dalam memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial
dan budaya. Kesamaan persepsi, kepercayaan satu sama lain dan spirit
kolektivitas diantara mereka selanjutnya di mobilisasi ke arah
keterlahiran ragam aktivitas yang berujung pada terwujudnya “mimpi kolektif” secara bertahap dan berkesinambungan. Dengan kata lain, keterlahiran aktivitas dan kesejahteraan hanyalah “imbas” dari kualitas kebersamaan yang terbangun.
Sebagai ideologi yang menjunjung tinggi “kerjasama”, maka roh pembangunan koperasi identik dengan upaya mempertinggi nilai
kerjasama itu sendiri. Demikian halnya ketika antar koperasi membangun
sebuah kerjasama, sesungguhnya koperasi-koperasi tersebut tidak sedang belajar tentang membangun kerjasama tetapi hanya memperluas kerja sama itu sendiri.
Dalam dataran praktis, ada 2 (dua) hal minimal yang perlu diperhatikan dalam membangun kerja sama produktif , yaitu :
1. “Trust atau kepercayaan”. Kepercayaan adalah modal terpenting dalam membangun kerja sama yang nyaman dan langgeng. Kepercayaan tidak bisa dipaksakan dan tidak lahir dalam waktu singkat, tetapi merupakan akumulasi dari track record (rekam jejak) kebaikan dan konsistensi. Oleh karena itu, koperasi harus membangun mesin reputasi dalam bentuk karya-karya nyata berbasis kebersamaan. Satu hal yang menjadi catatan bahwa reputasi tidak bisa dibentuk lewat manipulasi persepsi, sebab waktu akan menguji kebenaran reputasi itu sendiri.
2. Kebermanfaatan. Dalam perspektif produktivitas, kemitraan
yang terbangun di antara koperasi men-syaratkan adanya perekat
berbentuk peningkatan nilai kebermanfaatan yang selanjautnya kan menjadi
sumber semangat dan sekaligus energi dalam mensukseskan hal-hal yang
dikerjasamakan.
G. Menilik Ragam Potensi Kemitraan Antar Koperasi
Sebagai organisasi berbasis kumpulan orang yang berkomitmen hidup bersama, saling percaya dan keinginan yang sama kuat untuk saling men-sejahterakan, merupakan modal penting dalam membentuk kerjasama di banyak. Kerja sama yang dibangun bisa dimaksudkan untukmemenuhi ragam kebutuhan maupun berkaitan dengan optimalisasi bakat/talenta yang melekat pada pribadi-pribadi anggota di masing-masing koperasi.
Sebagai stimulan, berikut ini dipaparkan beberapa gagasan yang mungkin dikerjasamakan antar koperasi :
1. Join Education.
Sebagaimana
di jelaskan di alinea sebelumnya tentang pentingnya pendidikan di
koperasi, maka penyelenggarakan pendidikan koperasi yang berkualitas dan
tepat sasaran (baca: berimplikasi nyata bagi percepatan perkembangan
koperasi) memang bisa dilakukan bersama-sama. Koperasi-koperasi bisa
membuat education centre (pusat pendidikan) yang fokus mendidik anggota, pengurus dan pengawas koperasi.
2. Join Business
Dalam
mewujudkan kemampuan diri memenuhi aspirasi ekonomi, sosial dan budaya,
koperasi perlu menyelenggarakan aktivitas usaha, baik berbasis
kebutuhan anggota, potensi/bakat yang melekat pada anggota dan atau
peluang yang mungkin bisa di maksimalkan dalam rangka meningkatkan
kinerja organisasi dan kelembagaan.
Bicara operasionalisasi usaha koperasi, tentu koperasi tidak bisa melepaskan diri dari prinsi-prinsip umum walau di beberapa hal terdapat kekhususan yang merupakan pembeda koperasi dibanding dengan usaha lainnya. Oleh karena itu, usaha koperasi juga sangat memperhatikan efisiensi,
efektivitas dan produktivitas dalam arti luas. Atas dasar itu, koperasi
perlu mengembangkan ragam strategi yang mengarah pada tujuan yang sama,
yaitu “perluasan kebermanfaatan berkoperasi bagi segenap stake holder nya”.
Salah satu strategi yang bisa diambil adalah mengembangkan kerjasama
antar koperasi dengan prinsip saling memperkuat dan memperluas nilai manfaat. Berikut dijelaskan beberapa gagasan kerja sama antar koperasi di bidang usaha yang mungkin bisa di laksanakan:
- Join Buying (Membeli Bersama). Pada koperasi konsumsi, join buying sangat mungkin dilakukan karena dipastikan lebih efisien melalui pembelian dalam skala yang lebih besar. Harga perolehan yang lebih rendah tentu akan membentuk harga jual yang lebih rendah pula dan hal ini sangat menguntungkan anggota koperasi. Di sisi lain, ketika koperasi juga melayani non anggota, maka range margin yang di dapatkan akan menjadi lebih besar.
- Join marketing.
Dalam sudut pandang “peta kebutuhan”, koperasi juga merupakan “kumpulan kebutuhan”
sejak kelahirannya dan kian meluas seiring dengan pertumbuhan jumlah
anggotanya. Artinya, antar koperasi yang memiliki kemampuan untuk
memproduksi produk tertentu bisa kerjasama dalam hal pemasarannya dengan
koperasi lain yang anggotanya membutuhkan produk tersebut.
- Join Management
Me-manage usaha koperasi memiliki tingkat keunikan tersendiri. Hal ini mengingat koperasi bukan organisasi bebas nilai, tetapi terikat pada konsepsi “jati diri” yang sekaligus berfungsi sebagai pembeda nyata dibanding bentuk usaha lainnya. Pada
titik inilah, koperasi dituntut bisa mengelola ragam usaha dengan baik
dan mendasarkan diri pada nilai-nilai koperasi itu sendiri. Jika
tidak, koperasi akan terjebak pada praktek non-koperasi sehingga
terfokus pada pertumbuhan nilai uang semata. Namun demikian,
menghadirkan seorang yang ahli dan faham koperasi mulai dari konsepsi
sampai dengan operasionalisasi tidaklah mudah dan jumlahnya pun tidak
banyak. Sulitnya mendapatkan para expertis (ahli) di bidang koperasi
bermula dari rendahnya budaya apresiasi koperasi terhadap manajemen
(baca: pengelola) sehingga hal ini tidak memotivasi sumber daya manusia
potensian untuk bergabung dalam manajemen koperasi. Akibatnya,
mendapatkan manajemen pelayanan berbasis nilai koperasi tergolong sangat jarang.
Mayoritas pelayanan tersaji seadanya dan hampir tak mencerminkan
semangat untuk berkembang. Hal ini sangat disayangkan, sebab kondisi ini
tidak hanya membuat koperasi
secara kelembagaan kurang berkembang, tetapi juga berakibat kurang
teroptimalkannya ragam potensi yang melekat pada koperasi tersebut.
Akhirnya, kebahagiaan segenap stake holder menjadi bagian dari keluarga koperasi menjadi beritu rendah.
Oleh karena itu, dalam meng-akselerasi
pembangunan koperasi secara integratif, perlu dikaji pelibatan para
profesional yang benar-benar mumpuni. Dalam hal mendatangkan para
profesional tersebut, beberapa koperasi bisa bekerja sama untuk mengangkat profesional menangani koperasi-koperasi yang secara roh dan tata pengelolaan memiliki kesamaan pola. Inilah yang dimaksud dengan join management. Join management
tidak hanya membuat peluang koperasi lebih berkembang, tetapi juga
menjadi lebih efeisien tanpa mengurangi efektivitas dari pembangunan
koperasi-koperasi itu sendiri.
- Join Teknologi
Di kekinian zaman, teknologi banyak mempengaruhi tata kelola usaha dan juga pelayanan. Kecanggihan teknologi terbukti bisa menggerus waktu, jarak, meningkatkan validitas, mempengaruhi budaya dan bahkan citra organisasi
dan perusahaan. Namun demikian, pelibatan teknologi dalam tata kelola
organisasi dan usaha memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu,
kerja sama antar koperasi di bidang teknologi juga berpotensi menciptakan
efisiensi tanpa mengurangi substansi teknologi dalam menunjang
informasi, pelayanan,pencitraan, pembangunan trust dan lain sebagainya.
- Interlanding
Sampai
saat ini, koperasi belum punya lembaga penjamin likuiditas sehingga
pola pelayanan masih mengandalkan kondisi internal masing-masing
koperasi. Sebenarnya, koperasi juga bisa membentuk kerjasama dengan koperasi lainnya. Sebab, pada satu waktu sebuah koperasi mengalami over likuid dan di koperasi yang lain sedang membutuhkan tambahan dana untuk mendukung pelayanan. Ketika terjadi kerja sama interlanding maka hal ini akan sangat membantu perkembangan koperasi masing-masing yang bekerja sama.
- Join Public Relation. Mayoritas koperasi masih lemah dalam hal pembangunan citra organisasi dan kelembagaan. Ragam aktivitas yang dilakukan tidak terkomunikasikan dengan baik terhadap stake holder koperasi itu sendiri. Akibatnya pesan dari sebuah aktivitas tidak tersosialisasikan atau tidak teredukasikan dengan tepat, sehingga rentetan aktivitas kurang memberi kontribusi optimal bagi pembentukan persepsi dan apresiasi dari pihak-pihak yang di targetkan. Oleh karena itu, Join Public Relation antar koperasi menjadi layak untuk di gagas sebagai bagian dari peningkatan persepsi dan apresiasi segenap stake holder koperasi.
- Join Investmen (Investasi bersama).
Kalau ditilik dari sudut kebutuhan, sesungguhnya masing-masing anggota dari primer memiliki kesamaan. Akumulasi kesamaan ini bisa di drive menjadi inspirasi keterlahiran “join Investmen”
diantara beberapa koperasi dalam hal pembuatan pusat-pusat pemenuhan
kebutuhan ekonomi anggota, misalnya : join investmen dalam hal
pembangunan supermarket, hotel, rumah makan, pembanguna perumahan dan
lain sebagainya yang berorientasi pada pengembangan layanan kebutuhan
anggota.
- Dan lain sebagainya.
Banyak
hal lain yang bisa dikerjasamakan antar koperasi sepanjang hal tersebut
memperluas kebermanfaatan koperasi bagi segenap stake holdernya dan
tidak bertentangan dengan aturan dan undang-undang yang berlaku.
Dari penjelasan di atas, mengembangkan kerjasama antar koperasi
sesungguhnya bukanlah perkara sulit bagi koperasi-koperasi yang sudah
mengakar, sebab pada hakekatnya tindakan itu hanyalah memperluas kerjasama dimana koperasi sudah terlatih secara internal. Namun demikian, minimnya
kreativitas, kurangnya saling percaya dan rendahnya keterlatihan dalam
hal berbagi peran dalam pencapaian maupun distribusi hasil, sering jadi
faktor-faktor penghambat terwujudnya kerjasama antara koperasi itu.
H. Keluh Kesah Muasal Gairah
Telusur
logika menyimpulkan koperasi layak di operasionalkan. Konsepsi yang
memuat nilai-nilai dan prinsip-prinsip sangat rasional dijadikan mesin
pencetak kemakmuran ekonomi, sosial dan budaya. Koperasi juga berpeluang
menjadi satu kekuatan besar yang bisa mempengaruhi banyak sisi
kehidupan masyarakat.
Pengungkapan peta realitas dan masalah yang melingkupi kehidupan
koperasi dalam tulisan ini, sesungguhnya bagian dari upaya membentuk
kesamaan persepsi dan sekaligus membangun semangat untuk menyusun
langkah-langkah. Kalau kemudian faktanya belum berkembang, pada titik
itulah sesungguhnya letak medan perjuangan. Bayang keberhasilan nan
indah sepatutnya dijadikan sebagai magnet semangat dan sumber inspirasi
bagi tertemukannya cara-cara yang lebih efektif bagi keberdayaan
koperasi. “Continues improvement” harus dijadikan sebagai budaya dalam mengembangkan setiap gagasan dan mensikapi pencapaian koperasi.
I. Penghujung : Menggugat Judul Tulisan
Hidup
bersama, saling percaya dan saling berbagi bukanlah perkara mudah,
kecuali bagi orang yang bisa merubah kata “Aku, dia, mereka dan kamu”
menjadi kata “kita”. Sementara
itu, mewujudkan kata “kita” dalam arti luas hanya biasa di dilakukan
orang-orang yang bijaksana dalam berfikir maupun dalam tindakan. Hal ini
sangat di pengaruhi oleh kualitas spiritualitas seseorang.
Dalam
perspektif usia, kebijaksanaan sering didapati pada mereka yang sudah
tua (baca: kakek-kakek atau nenek-nenek) dimana mereka telah mengalami
asam garam kehidupan. Mereka mulai fokus pada investasi sosial (social investmen) sebagai bagian dari upaya mempertinggi “nilai kebaikan” di pandangan Tuhan. Sementara
itu, di kebanyakan kaum muda yang lahir di zaman serba instan banyak
terjangkit virus individualisme yang cenderung egois dan bahkan autis
dalam tanda kutip. Hal ini sangat berseberangan dengan nilai-nilai
kolektivitas (kebersamaan) yang diperjuangkan koperasi.
Oleh karena itu, tulisan ini sengaja mengambil judul aneh yaitu “membangun koperasi melalui pelibatan Kakek-kakek, Nenek-Nenek Atau Anak Muda Yang Aneh”. Keanehan merupakan bagian dari cara mengajak “kontemplasi berjamaa’ah” tentang hakekat koperasi dengan harapan akan mendatangkan lompatan keyakinan dan sekaligus melahirkan semangat pembuktian.
Akhirnya, semua ini bukan tentang kakek-kakek, nenek-nenek atau anak muda yang aneh, tetapi tentang perlunya membudayakan kebijaksanaan berfikir dan bertindak di keseharian hidup sebagai pra-syarat membangun sebuah koperasi yang tangguh. Semoga berkoperasi tidak hanya meningkatkan kualitas ke “KITA”an segenap lapisan masyarakat , tetapi juga menjadi bagian dari upaya mempertinggi “nilai kebaikan” di pandangan Tuhan. Aminn. Semoga menginspirasi……
Rabu, 27 Juni 2012
musuh terbesar kita ternyata bukan orang lain, tetapi adalah ”diri kita sendiri”.
MENGAPA HARUS SALING MENGALAHKAN..??
Memaknai hidup
sebagai pertandingan menyebabkan yang lain difahami sebagai musuh yang harus
dikalahkan. Naluri memenangkan, sering pemicu
sedotan energi untuk mengintip kekuatan lawan, dan sisanya memperkuat
diri demi satu akhir lebih baik. Apa yang di dapat dari sebuah kemenangan?? Apa yang dirasa oleh sang
terkalahkan???.
Ini tentang ”spirit of fighting”, ini
tentang penggandaan gairah untuk kelahiran karya-karya spektakuler, ini tentang
gengsi dan harga diri, ini tentang citra diri, ini tentang apresiasi bagi yang
tertinggi, ini persoalan hukumuan bagi mereka yang malas berlatih, ini jalan
pintas mencari potensi yang layak di orbitkan, ini tentang keinginan
menghadirkan orang-orang terbaik dalam
satu komunitas bervisi unggul, ini tentang perulangan sejarah perlombaan
pertemuan sel telur dan ovum yang merupakan muasal keterlahiran
manusia....semua menjadi pembenar dan memotivasi perulangan tersajinya
pertandingan demi pertandingan hidup dalam segala variasi bentuknya.
Ironisnya, kemenangan tak jarang melahirkan perasaan lebih
dan menjadi sumber parcaya diri. Yang menang tertawa lepas saat air mata dan jerit bathin begitu dalam
berlangsung disisinya. Yang kaya juga tak jarang memaknai sebagai pembenar
untuk selalu di dengar dan bisa berbuat apa saja. Penguasaan yang satu terhadap
lainnya tak terhindari. Akibatnya, bukan
tak jarang kekalahan melahirkan dendam kesumat yang terkuak dalam sikap dan
perwajahan yang tak kunjung beraura cerah. Bahkan kekalahan tak jarang
menimbulkan kreasi negatif untuk bisa menyemat sebutan lebih baik dari yang
lain.
Ini paradigma dunia dan mungkin
terlalu naif untuk dipermasalahkan. Ini tentang
pemanjaan ”killing insting” yang diyakini ada pada setiap manusia. Ini
tentang dinamika hidup yang diyakini mati bila pertandingan ditiadakan. Ini
tentang gairah yang memerlukan saluran pemuasnya. Sisi negatif dari
pertandingan diyakini akan lenyap dengan
sendirinya walau pada kenyataannya hanya sedikit yang berhak menyemat kata
”juara” dan sisanya adalah kelompok mayoritas berstatus terkalahkan.
Tetapi pertandingan tetep terselenggara dengan peserta yang hampir sama
jumlah pesertanya. Terkadang., di kemenangan yang terulang, banyak sang juara
kemudian menyadari bahwa musuh terbesarnya ternyata bukan orang lain, tetapi
adalah ”dirinya sendiri”.
Sesungguhnya ada yang terlupa, peserta lomba adalah manusia yang terlahir dengan
keunikan dan talentanya masing-masing. Andai mereka di kolaborasikan
menjadi kombinasi akumulasi potensi, tak
kan ada lagi yang merasa tersaingi, tak ada lagi yang merasa terkalahkan, tak
ada lagi yang merasa terpinggirkan. Naluri membunuh akan berubah menjadi naluri
saling asah, saling asih dan saling asuh.
Pada titik itu, manusia telah kembali ke fitrahnya...KAH???
http://www.arsadcorner.com/2012/05/mengapa-harus-saling-mengalahkan.html
Mengatur Uang Ala Mahasiswa
Mengatur Uang Ala Mahasiswa
Mahasiswa
terkadang sering merasa kekurangan uang saku yang telah dikirim walau
sebenarnya berlebih, Ini karena sebagian mahasiswa belum mampu membedakan kebutuhan
mana yang paling diutamakan bagi mereka, terlebih
mahasiswa yang baru pertama kali merasakan tinggal jauh dari orang tua mereka.
Bagi anda mahasiswa yang merasa kesulitan dalam mengelola uang
bulanan anda, berikut kami akan berikan beberapa tips :
1.
Klasifikasi kebutuhan-kebutuhan anda.
Dalam tahap ini anda harus
mencoba mengklasifikasikan mana yang menjadi kebutuhan primer dan mana yang
menjadi kebutuhan sekunder. Dimulai dari yang terpenting dulu, yaitu biaya
makan dan minum, biaya transportasi, biaya keperluan sehari-hari
(odol,sabun,susu,kopi,air,galon), biaya rekening listrik dan air, dan biaya
lainnya ( beli buku, hang out ). Poin pertama ini tujuannnya adalah agar dapat
mengetahui dari biaya apa saja yang sudah kamu klasifikasikan, mana yang
sebaiknya dikurangi dan mana sebaiknya yang ditingkatkan
2. Buat catatan akuntansi aktivitas uang kas kamu
Catatan akuntansi
yang sederhana, cukup mencatat apa saja biaya yang sudah dikeluarkan. mungkin kerabat
dekat datang mengunjungi, siapa tahu anda akan diberikan uang saku. Dengan dicatat
ini juga akan memberikan nilai tambah, sehingga akan jelas keluar masuknya uang
anda.
3. Menyisihkan uang bulanan kamu untuk ditabung
Sebaiknya anda
harus menyisihkan uang anda untuk ditabung. Ini gunanya apabila disaat-saat kritis anda masih
memiliki tabungan.
4. Tidak ada salahnya anda mencari peluang
bisnis
Agar anda
memiliki uang simpanan sehingga anda tidak terlalu memikirkan mengenai
finansial bulanan anda, ada baiknya anda bekerja sampingan, seperti menjalankan
bisnis pulsa, bisnis konveksi, maupun bisinis halal lainnya yang bisa
memberikan tambahan finansial bulanan anda.
Kemudian empat poin
yang sebaiknya jangan
anda lakukan agar anda dapat berhemat adalah :
1. jangan terlalu boros
Harus ingat
tujuan anda belajar dan kuliah untuk apa, jangan terlalu menghambur-hamburkan
uang secara berlebihan.
2. jangan mengesampingkan kuliah
Kalau anda
mengesampingkan kuliah dan memprioritaskan yang tidak penting, ini akan memicu
untuk menghabiskan uang kas perbulan ke biaya yang seharusnya tidak dikeluarkan
terlalu berlebihan.
3. jangan berhutang
Sangat tidak baik
kalau sampai berhutang. Apalagi
setelah berhutang anda telat membayar hutang. Tentunya
ini akan menambah beban pikiran sehingga akan menyebabkan konsentrasi belajar terganggu dan merusak image baik anda di mata
teman-teman.
4. sebaiknya jangan pacaran dulu ketika masih
kuliah
Kenapa nih tidak boleh pacaran ? alasannya, terkadang apabila anda sudah
ada pacar, anda akan begitu terlena dengan dia. Terutama bagi para lelaki, anda
akan mengajak dia entah kemana, tanpa memikirkan lagi uang yang ada di dompet.
Sehingga tanpa disadari uang bulanan habis hanya karena kekasih yang sementara.
Kamis, 31 Mei 2012
LOGO TERBARU KOPERASI INDONESIA
Logo Atau Lambang Koperasi Baru
Arti Gambar
dan Penjelasan Lambang Koperasi Baru:
- Lambang Koperasi Indonesia dalam bentuk gambar bunga yang memberi kesan akan perkembangan dan kemajuan terhadap perkoperasian di Indonesia, mengandung makna bahwa Koperasi Indonesia harus selalu berkembang, cemerlang, berwawasan, variatif, inovatif sekaligus produktif dalam kegiatannya serta berwawasan dan berorientasi pada keunggulan dan teknologi;
- Lambang Koperasi Indonesia dalam bentuk gambar 4 (empat) sudut pandang melambangkan arah mata angin yang mempunyai maksud Koperasi Indonesia:
- Sebagai gerakan koperasi di Indonesia untuk menyalurkan aspirasi;
- Sebagai dasar perekonomian masional yang bersifat kerakyatan;
- Sebagai penjunjung tinggi prinsip nilai kebersamaan, kemandirian,keadilan dan demokrasi;
- Selalu menuju pada keunggulan dalam persaingan global.
- Lambang Koperasi Indonesia dalam bentuk Teks Koperasi Indonesia memberi kesan dinamis modern, menyiratkan kemajuan untuk terus berkembang serta mengikuti kemajuan jaman yang bercermin pada perekonomian yang bersemangat tinggi, teks Koperasi Indonesia yang berkesinambungan sejajar rapi mengandung makna adanya ikatan yang kuat, baik didalam lingkungan internal Koperasi Indonesia maupun antara Koperasi Indonesia dan para anggotanya;
- Lambang Koperasi Indonesia yang berwarna Pastel memberi kesan kalem sekaligus berwibawa, selain Koperasi Indonesia bergerak pada sektor perekonomian, warna pastel melambangkan adanya suatu keinginan, ketabahan, kemauan dan kemajuan serta mempunyai kepribadian yang kuat akan suatu hal terhadap peningkatan rasa bangga dan percaya diri yang tinggi terhadap pelaku ekonomi lainnya;
- Lambang Koperasi Indonesia dapat digunakan pada papan nama kantor, pataka, umbul-umbul, atribut yang terdiri dari pin, tanda pengenal pegawai dan emblem untuk seluruh kegiatan ketatalaksanaan administratif oleh Gerakan Koperasi di Seluruh Indonesia;
- Lambang Koperasi Indonesia menggambarkan falsafah hidup berkoperasi yang memuat :
- Tulisan : Koperasi Indonesia yang merupakan identitas lambang;
- Gambar : 4 (empat) kuncup bunga yang saling bertaut dihubungkan bentuk sebuah lingkaran yang menghubungkan satu kuncup dengan kuncup lainnya, menggambarkan seluruh pemangku kepentingan saling bekerja sama secara terpadu dan berkoordinasi secara harmonis dalam membangun Koperasi Indonesia;
- Tata Warna :
- Warna hijau muda dengan kode warna C:10,M:3,Y:22,K:9;
- Warna hijau tua dengan kode warna C:20,M:0,Y:30,K:25;
- Warna merah tua dengan kode warna C:5,M:56,Y:76,K:21;
- Perbandingan skala 1 : 20.
Langganan:
Postingan (Atom)