disampaikan pada acara “lokakarya dalam rangka HUT Koperasi”, dilaksanakan oleh Dekopinda Kab.Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah, Indonesia, Tanggal 14 July 2012
A. Pembuka : Menguak Sejarah Singkat Kelahiran Koperasi di Dunia
Suatu
ketika, beberapa orang buruh pabrik berkumpual dan membicarakan tentang
bagaimana menciptakan kehidupan yang lebih berpengharapan. Gaji kecil
dan kebijakan pemilik perusahaan (majikan) yang cenderung egois dan tak
berperikemanusiaan, membuat kebutuhan hidup mereka kian terancam. Mereka merasa tak punya masa depan sama sekali. ”Persamaan nasib” telah
melahirkan semangat untuk merubah keadaan. Menghujat majikan bukan
pilihan yang menarik, karena bagaimanapun juga sang majikan telah
memberi mereka kehidupan walau masih jauh dari harapan. Berbuat hal yang
sama seperti majikan (membangun pabrik) juga sebuak kemustahilan atau
mimpi yang terlalu jauh. Akhirnya, mereka berkomitmen menyatukan segala
potensi dan sumber daya yang ada pada masing-masing orang. Karya
pertama dari penyatuan potensi itu berwujud “toko” yang menyediakan
segala kebutuhan mereka. Semua anggotanya berkomitmen untuk
membelanjakan kebutuhan di toko itu. Dalam waktu singkat, toko tersebut
menjadi besar dan bahkan bisa menghasilkan akumulasi margin yang mereka nikmati bersama. Akhirnya
mereka menyadari bahwa kebersamaan itu mendatangkan manfaat yang luar
biasa. Disatu sisi mereka tetap bisa bekerja menjadi buruh di pabrik
tersebut dan mendapatkan gaji tetap, disisi
lain mereka bisa menciptakan efisiensi melalui toko yang mereka miliki
bersama-sama. Dalam perjalanannya, toko itu kemudian menjadi besar dan
menjadi pembicaraan banyak orang. Kemudian mereka nama kan”kebersamaan” itu “koperasi (co-operative)”.
Cerita
singkat diatas di atas adalah cikal bakal lahirnya koperasi pertama
yang kemudian menginspirasi kelahiran koperasi-koperasi lain di dunia
ini, termasuk di Indonesia . Berkaca
dari sejarah tersebut dan kemudian membandingkan dengan sejarah
terbentuknya koperasi –koperasi di Indonesia, tentu terdapat perbedaan
situasi. Namun demikian, ada satu kesamaan yaitu
spirit menyemangati kelahirannya yaitu ”kebersamaan”. Satu hal yang
menjadi catatan penting bahwa kondisi insan-insan yang membentuk koperasi masa kini mayoritas jauh lebih baik dari pada nasib buruh-buruh pabrik itu.
Andai kemudian semangat membangun kebersamaan saat ini seperti
semangat yang melekat pada buruh dalam membentuk koperasi pertama di
dunia itu, sesungguhnya koperasi di Indonesia jauh lebih berpeluang
membangun dan mengembangkan aktivitas apapun . Bayangkan, seandainya bila
semua anggota koperasi membelanjakan kebutuhannya di toko milik
koperasi, maka dipastikan harga-harga di toko akan sama dengan
supermarket sebab kuantitas pembelian barang dari supplier berjumlah sama atau bahkan lebih dibanding yang dibeli oleh supermarket. Andai
semua anggota berkomitmen menekan atau mengendalikan naluri konsumsinya
dan menabungkan sisanya di koperasi, maka akan terkumpul sejumlah uang yang bisa dimanfatkan untuk untuk memenuhi kebutuhan pinjaman sebagian anggota yang sedang membutuhkan. Bahkan,
koperasi tak akan kesulitan modal bila ingin mengembangkan
aktivitas-aktivitas baru dalam rangka menyediakan segala kebutuhan
anggotanya.
B. Koperasi di Tengah Himpitan Individualisme Menggejala
Dalam konteks sejarah “kebersamaan”,
sesungguhnya rakyat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai
ketimuran sangat berpeluang mengembangkan koperasi. Namun demikian,
fakta lapangan menunjukkan masih jarang dan sulit mendapatkan
koperasi yang berkembang dan berdaya guna nyata bagi anggota dan
masyarakat. Pertumbuhan koperasi masih dalam wilayah pertumbuhan jumlah
(kuantitatif) dan masih jauh dari pertumbuhan kualitas. Apa yang salah
sesunggguhnya???.
Satu hal yang menjadi catatan penting bahwa mengembangkan koperasi identik
dengan mengembangkan perilaku kolektif didalam mencapai tujuan-tujuan
bersama. Disinilah letak persoalan bermula dimana realitas masyarakat
kekinian telah teracuni apa yang disebut dengan virus “individualisme”
yang bermula dari tumbuh kembangbangnya faham hedonisme bercirikan budaya konsumerisme. Perasaan
bangga bila lebih unggul dibanding lainnya (semangat kompetisi yang
menyesatkan), keberhasilan yang di ukur dari kemampuan mengumpulkan
harta, menipisnya kepedulian terhadap sesama, menipisnya kemauan untuk
saling mencerdaskan (saling asah,saling asuh,salah asih), menipisnya
rasa malu bertindak menyimpang , gampangnya masyarakat kelas bawah
tersulut isu, merupakan sederet fakta yang menegaskan virus individualisme kian akud menggerogoti karakter asli masyarakat Indonesia. Nilai-nilai “kebersamaan dan kesetiakawanan” telah mengalami kemerosoton tajam. Dalam peta yang demikian, koperasi dipaksa berhadapan langsung (face to face)
dengan realitas karakter mayoritas masyarakat yang jelas-jelas
berseberangan dengan spirit dan nilai-nilai yang diperjuangkan koperasi.
Dalam perspektif makro, menjadi menarik untuk menemukan muasal masuknya
virus individualisme sehingga lebih mudah membentuk pertahanan
(blokade) atau semacam perlawanan terhadap penyebaran virus dan
sekaligus mempermudah perumusan anti virus yang terlanjut merasuk.
Agenda ini menjadi penting guna memuluskan masuknya faham koperasi dalam
mindset masyarakat. Pada saat koperasi sudah menjadi “life style”, pada saat yang sama pembangunan masyarakat dalam arti luas otomatis
menjadi lebih mudah. Pada titik inilah sesungguhnya titik temu antara
tujuan pembangunan nasional dengan pembangunan koperasi karena hahekat
obyek yang dibangun adalah “sama” yaitu masyarakat. Oleh karena itu,
berbicara koperasi sesungguhnya tidak terbatas membicarakan ekonomi
saja, tetapi juga menyangkut pembentukan karakter sosial dan budaya dari
masyarakat.
C. Menilik Sekilas Realitas Mayoritas Koperasi dan Menelusur “Core Problem”.
Secara agregat, koperasi
di negeri tercinta ini belum mampu memerankan diri sebagai “soko guru
perekonomian negara “ sebagaimana di cita-citakan oleh bapak koperasi
(cq. Bung Hatta). Namun demikian,
tak bijak mencari siapa yang salah, tetapi lebih baik mencari musabab
yang menginspirasi penyusuan formulasi solusi komprehensif demi
terbangunnya koperasi yang lebih berpengharapan di masa depan.
Berdasarkan pemangatan dan pengalaman empiris, “core problem” dari ke-belum majuan dan ke-belum berkembangan koperasi adalah karena koperasi telah meninggalkan Jati diri nya dan tergiur ber-praktek layaknya non koperasi (PT, UD dan lain sebagainya). Koperasi menjeburkan diri pada logika-logika bisnis ansih yang diwarnai semangat saling mengalahkan (baca: persaingan) demi perolehan keuntungan yang sebesar-besarnya. Nafas kebersamaan, kegotong royongan, saling tolong menolong, kesetiakawanan, kian hari kian tidak terlihat
dalam proses transaksi koperasi. Bahkan koperasi semakin asik dengan
semangat pertumbuhan modal tanpa peduli apakah harus meng-eksploitasi
potensi anggota. Anggota sebagai pemilik, penentu kebijakan dan control
operasional hampir tidak berfungsi
lagi dan anggota diposisikan sebagai market (pangsa pasar). Dalam hal
ini, hubungan koperasi dengan anggotanya menjadi sebatas hubungan
transaksional layaknya antara konsumen dan produsen (baca: penjual dan
pembeli) di perusahaan-perusahaan non koperasi. Koperasi hampir tak lagi
tertarik memobilisasi kebersamaan sebagai modal terbesar dalam menghasilkan karya-karya multi makna. Koperasi tak berfikir lagi menpersonifikasikan diri sebagai “sosial movement”
dan penjaga gawang budaya. Koperasi telah difahami hanya dalam konteks
ekonomi dan menjalankannya dengan prinsip-prinsip ekonomi ansih. Istilah
SHU (Sisa Hasil Usaha) sudah tak memiliki nilai beda signifikan dengan
istilah “LABA” pada badan usaha
non koperasi. Bahkan, koperasi telah terjebak menjadi “agen strategis”
yang mempersubur produk-produk kapitalis. Koperasi tak berfungsi lagi
sebagai media edukasi yang
mewarnai pola hidup anggotanya. Kepentingan-kepentingan pribadi yang
dikerjasamakan tak lebih hanya aktivitas transaksional yang jauh dari
spirit kebersamaa dan terjebak fokus pada pemenuhan kebutuhan. Koperasi
tak tertarik lagi mengambil tanggungjawab untuk mengajarkan kepada
anggotanya bagaimana menggunakan uang dengan bijak (use money wisely). Koperasi pun tak berfungsi lagi sebagai edukator bagaimana anggota mensikapi
pola hidup kekinian dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip
kesederhanaan. Bahkan, tanpa disadari koperasi telah menjadi “agen sempurna” dalam menyuburkan spirit hedonisme yang berujung tumbuhnya pola hidup individualis.
Ironisnya, di satu sisi anggota selalu merasa tidak puas dengan kinerja
koperasi nya dan berujung pada pendeskriditan pengurus dan pengawas, di
sisi lain secara organisasi dan usaha koperasi tak kunjung lebih baik
di banding dengan pelaku-pelaku ekonomi non koperasi.
Koperasi harus kembali pada Jati Dirinya, sehingga layak berharap menjadi sokoguru ekonomi bangsa.
D. Telisik Masalah Koperasi Secara Mikro.
Sub Bahasan sebelumnya menegaskan bahwa core problem (masalah utama) kebelum berkembangan koperasi adalah karena
koperasi meninggalkan jati diri nya dan berpraktek sebagaimana badan
usaha lainnya. Sementara itu, secara mikro persoalan koperasi
sesungguhnya terletak pada orang-orangnya, sebab koperasi merupakan kumpulan orang. Jadi, kalau ada yang mengatakan kebelumberkembangan koperasi karena kurangnya modal sesungguhnya kurang tepat. Terbukti,
ketika koperasi di beri bantuan lewat ragam program pemerintah ternyata
tak bisa membuat koperasi itu melakukan lompatan kemajuan. Hal ini
mempertegas ke-belum majuan bermula dari orang-orang yang berkumpul di
dalamnya.
Secara singkat, ada 7 (tujuh) masalah utama yang melekat pada orang-orang koperasi,
yaitu; (i) lemahnya pemahaman tentang koperasi; (ii) tidak tegasnya
tujuan berkoperasi; (iii) belum adanya distribusi peran diantara unsur
organisasi dalam mencapai tujuan; (iv) belum adanya distribusi hasil
yang memotivasi partisipasi; (v) lemahnya jiwa kewirausahaan; (vi)
lemahnya managerial skill dan; (viii) lemahnya kepemimpinan (leadersip).
Oleh kaarena itu, kalau koperasi ingin mengakar dan besar, 7 (tujuh)
masalah dasar tersebut harus di selesaikan secara bertahap dan
berkesinambungan.
E. Edukasi Sebagai Kunci Membangun Koperasi Benar
Dalam
konsep jati diri koperasi, salah satu prinsipnya berbunyi pendidikan.
Lewat pendidikan akan terbentuk pemahaman yang tepat tentang apa,
mengapa dan bagaimana seharusnya berkoperasi. Lewat pemahaman, akan
lahir tindakan berpihak dan advokasi (pembelaan) terhadap koperasi.
Lewat akumulasi tindakan berpihak akan
teridentifikasi ragam potensi yang bisa dikelola menjadi aktivitas
produktif koperasi berbasis kebutuhan bersama . Pada titik inilah
koperasi bisa di defenisikan sebagai market terlokalisir (located market).
Pada iklim kebersamaan (kolektivitas) yang senantiasa terbangun dan
terjaga, keberlangsungan dan masa depan organisasi dan usaha koperasi
akan lebih terjamin.
Semua berawal dari pendidikan, sebab pendidikan adalah pintu memasuki
perubahan. Oleh karena itu, idealnya koperasi mendidik calon anggota
sebelum bergabung menjadi anggota. Dengan demikian, setiap anggota akan
memahami bahwa ber-koperasi sesungguhnya ikut mengambil tanggungjawab
secara sadar untuk membesarkan organisasi dan perusahaan. Anggota akan
menyadari bahwa setiap partisipasinya berpengaruh besar pada
ketercapaian apa-apa yang menjadi cita-cita
bersama. Disamping itu, anggota juga akan mengambil inisiatif untuk
saling menyemangati satu sama lain demi kesuksesan koperasi yang mereka miliki dan kendalikan bersama secara demokratis
Pada akhirnya, koperasi yang di huni oleh anggota yang memiliki
kesadaran dan memahami apa, mengapa dan bagaimana seharusnya berkoperasi
akan mewujud menjadi koperasi yang mengakar. Kemengakaran selanjutnya
akan berimbas pada kebesaran koperasi itu sendiri. Selanjutnya akumulasi koperasi yang “mengakar dan besar” akan
mampu memberikan kontribus dalam pembentukan tatanan kehidupan
masyarakat yang lebih bermartabat, khususnya dalam bidang ekonomi,
sosial dan budaya.
Untuk itu, metodologi pendidikan koperasi menjadi kunci efektif dalam skenario pembangunan koperasi yang genuine
(sesuai dengan konsepsinya). Metodologi yang diterapkan harus
memperhatikan obyek yang akan di didik, sehingga tingkat efektivitasnya
lebih terjamin. Di samping itu, ketersediaan edukator juga menjadi
bagian penting terselenggaranya proses pendidikan yang efektif.
Hal ini memang bukan perkara mudah, tetapi kebaikan dan kemuliaan
nilai-nilai yang diperjuangkan dan peluang kontribusi koperasi terhadap
pembangunan “kehidupan yang lebih baik”, menjadikan hal ini pantas di utamakan. Semangat
koperasi sepatutnya terus di kobarkan lewat keseimbangan antara
perkataan dan perbuatan, sehingga akan mendatangkan kepercayaan dan
sekaligus semangat masyarakat untuk menjadi bagian dari keluarga besar
koerasi.
F. Menggagas Kerja Sama Antar Koperasi
Hakekat koperasi adalah kerjasama (co-operative)
dari orang per orang yang memiliki keyakinan dan komitmen untuk hidup
bersama, khususnya dalam memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial
dan budaya. Kesamaan persepsi, kepercayaan satu sama lain dan spirit
kolektivitas diantara mereka selanjutnya di mobilisasi ke arah
keterlahiran ragam aktivitas yang berujung pada terwujudnya “mimpi kolektif” secara bertahap dan berkesinambungan. Dengan kata lain, keterlahiran aktivitas dan kesejahteraan hanyalah “imbas” dari kualitas kebersamaan yang terbangun.
Sebagai ideologi yang menjunjung tinggi “kerjasama”, maka roh pembangunan koperasi identik dengan upaya mempertinggi nilai
kerjasama itu sendiri. Demikian halnya ketika antar koperasi membangun
sebuah kerjasama, sesungguhnya koperasi-koperasi tersebut tidak sedang belajar tentang membangun kerjasama tetapi hanya memperluas kerja sama itu sendiri.
Dalam dataran praktis, ada 2 (dua) hal minimal yang perlu diperhatikan dalam membangun kerja sama produktif , yaitu :
1. “Trust atau kepercayaan”. Kepercayaan adalah modal terpenting dalam membangun kerja sama yang nyaman dan langgeng. Kepercayaan tidak bisa dipaksakan dan tidak lahir dalam waktu singkat, tetapi merupakan akumulasi dari track record (rekam jejak) kebaikan dan konsistensi. Oleh karena itu, koperasi harus membangun mesin reputasi dalam bentuk karya-karya nyata berbasis kebersamaan. Satu hal yang menjadi catatan bahwa reputasi tidak bisa dibentuk lewat manipulasi persepsi, sebab waktu akan menguji kebenaran reputasi itu sendiri.
2. Kebermanfaatan. Dalam perspektif produktivitas, kemitraan
yang terbangun di antara koperasi men-syaratkan adanya perekat
berbentuk peningkatan nilai kebermanfaatan yang selanjautnya kan menjadi
sumber semangat dan sekaligus energi dalam mensukseskan hal-hal yang
dikerjasamakan.
G. Menilik Ragam Potensi Kemitraan Antar Koperasi
Sebagai organisasi berbasis kumpulan orang yang berkomitmen hidup bersama, saling percaya dan keinginan yang sama kuat untuk saling men-sejahterakan, merupakan modal penting dalam membentuk kerjasama di banyak. Kerja sama yang dibangun bisa dimaksudkan untukmemenuhi ragam kebutuhan maupun berkaitan dengan optimalisasi bakat/talenta yang melekat pada pribadi-pribadi anggota di masing-masing koperasi.
Sebagai stimulan, berikut ini dipaparkan beberapa gagasan yang mungkin dikerjasamakan antar koperasi :
1. Join Education.
Sebagaimana
di jelaskan di alinea sebelumnya tentang pentingnya pendidikan di
koperasi, maka penyelenggarakan pendidikan koperasi yang berkualitas dan
tepat sasaran (baca: berimplikasi nyata bagi percepatan perkembangan
koperasi) memang bisa dilakukan bersama-sama. Koperasi-koperasi bisa
membuat education centre (pusat pendidikan) yang fokus mendidik anggota, pengurus dan pengawas koperasi.
2. Join Business
Dalam
mewujudkan kemampuan diri memenuhi aspirasi ekonomi, sosial dan budaya,
koperasi perlu menyelenggarakan aktivitas usaha, baik berbasis
kebutuhan anggota, potensi/bakat yang melekat pada anggota dan atau
peluang yang mungkin bisa di maksimalkan dalam rangka meningkatkan
kinerja organisasi dan kelembagaan.
Bicara operasionalisasi usaha koperasi, tentu koperasi tidak bisa melepaskan diri dari prinsi-prinsip umum walau di beberapa hal terdapat kekhususan yang merupakan pembeda koperasi dibanding dengan usaha lainnya. Oleh karena itu, usaha koperasi juga sangat memperhatikan efisiensi,
efektivitas dan produktivitas dalam arti luas. Atas dasar itu, koperasi
perlu mengembangkan ragam strategi yang mengarah pada tujuan yang sama,
yaitu “perluasan kebermanfaatan berkoperasi bagi segenap stake holder nya”.
Salah satu strategi yang bisa diambil adalah mengembangkan kerjasama
antar koperasi dengan prinsip saling memperkuat dan memperluas nilai manfaat. Berikut dijelaskan beberapa gagasan kerja sama antar koperasi di bidang usaha yang mungkin bisa di laksanakan:
- Join Buying (Membeli Bersama). Pada koperasi konsumsi, join buying sangat mungkin dilakukan karena dipastikan lebih efisien melalui pembelian dalam skala yang lebih besar. Harga perolehan yang lebih rendah tentu akan membentuk harga jual yang lebih rendah pula dan hal ini sangat menguntungkan anggota koperasi. Di sisi lain, ketika koperasi juga melayani non anggota, maka range margin yang di dapatkan akan menjadi lebih besar.
- Join marketing.
Dalam sudut pandang “peta kebutuhan”, koperasi juga merupakan “kumpulan kebutuhan”
sejak kelahirannya dan kian meluas seiring dengan pertumbuhan jumlah
anggotanya. Artinya, antar koperasi yang memiliki kemampuan untuk
memproduksi produk tertentu bisa kerjasama dalam hal pemasarannya dengan
koperasi lain yang anggotanya membutuhkan produk tersebut.
- Join Management
Me-manage usaha koperasi memiliki tingkat keunikan tersendiri. Hal ini mengingat koperasi bukan organisasi bebas nilai, tetapi terikat pada konsepsi “jati diri” yang sekaligus berfungsi sebagai pembeda nyata dibanding bentuk usaha lainnya. Pada
titik inilah, koperasi dituntut bisa mengelola ragam usaha dengan baik
dan mendasarkan diri pada nilai-nilai koperasi itu sendiri. Jika
tidak, koperasi akan terjebak pada praktek non-koperasi sehingga
terfokus pada pertumbuhan nilai uang semata. Namun demikian,
menghadirkan seorang yang ahli dan faham koperasi mulai dari konsepsi
sampai dengan operasionalisasi tidaklah mudah dan jumlahnya pun tidak
banyak. Sulitnya mendapatkan para expertis (ahli) di bidang koperasi
bermula dari rendahnya budaya apresiasi koperasi terhadap manajemen
(baca: pengelola) sehingga hal ini tidak memotivasi sumber daya manusia
potensian untuk bergabung dalam manajemen koperasi. Akibatnya,
mendapatkan manajemen pelayanan berbasis nilai koperasi tergolong sangat jarang.
Mayoritas pelayanan tersaji seadanya dan hampir tak mencerminkan
semangat untuk berkembang. Hal ini sangat disayangkan, sebab kondisi ini
tidak hanya membuat koperasi
secara kelembagaan kurang berkembang, tetapi juga berakibat kurang
teroptimalkannya ragam potensi yang melekat pada koperasi tersebut.
Akhirnya, kebahagiaan segenap stake holder menjadi bagian dari keluarga koperasi menjadi beritu rendah.
Oleh karena itu, dalam meng-akselerasi
pembangunan koperasi secara integratif, perlu dikaji pelibatan para
profesional yang benar-benar mumpuni. Dalam hal mendatangkan para
profesional tersebut, beberapa koperasi bisa bekerja sama untuk mengangkat profesional menangani koperasi-koperasi yang secara roh dan tata pengelolaan memiliki kesamaan pola. Inilah yang dimaksud dengan join management. Join management
tidak hanya membuat peluang koperasi lebih berkembang, tetapi juga
menjadi lebih efeisien tanpa mengurangi efektivitas dari pembangunan
koperasi-koperasi itu sendiri.
- Join Teknologi
Di kekinian zaman, teknologi banyak mempengaruhi tata kelola usaha dan juga pelayanan. Kecanggihan teknologi terbukti bisa menggerus waktu, jarak, meningkatkan validitas, mempengaruhi budaya dan bahkan citra organisasi
dan perusahaan. Namun demikian, pelibatan teknologi dalam tata kelola
organisasi dan usaha memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu,
kerja sama antar koperasi di bidang teknologi juga berpotensi menciptakan
efisiensi tanpa mengurangi substansi teknologi dalam menunjang
informasi, pelayanan,pencitraan, pembangunan trust dan lain sebagainya.
- Interlanding
Sampai
saat ini, koperasi belum punya lembaga penjamin likuiditas sehingga
pola pelayanan masih mengandalkan kondisi internal masing-masing
koperasi. Sebenarnya, koperasi juga bisa membentuk kerjasama dengan koperasi lainnya. Sebab, pada satu waktu sebuah koperasi mengalami over likuid dan di koperasi yang lain sedang membutuhkan tambahan dana untuk mendukung pelayanan. Ketika terjadi kerja sama interlanding maka hal ini akan sangat membantu perkembangan koperasi masing-masing yang bekerja sama.
- Join Public Relation. Mayoritas koperasi masih lemah dalam hal pembangunan citra organisasi dan kelembagaan. Ragam aktivitas yang dilakukan tidak terkomunikasikan dengan baik terhadap stake holder koperasi itu sendiri. Akibatnya pesan dari sebuah aktivitas tidak tersosialisasikan atau tidak teredukasikan dengan tepat, sehingga rentetan aktivitas kurang memberi kontribusi optimal bagi pembentukan persepsi dan apresiasi dari pihak-pihak yang di targetkan. Oleh karena itu, Join Public Relation antar koperasi menjadi layak untuk di gagas sebagai bagian dari peningkatan persepsi dan apresiasi segenap stake holder koperasi.
- Join Investmen (Investasi bersama).
Kalau ditilik dari sudut kebutuhan, sesungguhnya masing-masing anggota dari primer memiliki kesamaan. Akumulasi kesamaan ini bisa di drive menjadi inspirasi keterlahiran “join Investmen”
diantara beberapa koperasi dalam hal pembuatan pusat-pusat pemenuhan
kebutuhan ekonomi anggota, misalnya : join investmen dalam hal
pembangunan supermarket, hotel, rumah makan, pembanguna perumahan dan
lain sebagainya yang berorientasi pada pengembangan layanan kebutuhan
anggota.
- Dan lain sebagainya.
Banyak
hal lain yang bisa dikerjasamakan antar koperasi sepanjang hal tersebut
memperluas kebermanfaatan koperasi bagi segenap stake holdernya dan
tidak bertentangan dengan aturan dan undang-undang yang berlaku.
Dari penjelasan di atas, mengembangkan kerjasama antar koperasi
sesungguhnya bukanlah perkara sulit bagi koperasi-koperasi yang sudah
mengakar, sebab pada hakekatnya tindakan itu hanyalah memperluas kerjasama dimana koperasi sudah terlatih secara internal. Namun demikian, minimnya
kreativitas, kurangnya saling percaya dan rendahnya keterlatihan dalam
hal berbagi peran dalam pencapaian maupun distribusi hasil, sering jadi
faktor-faktor penghambat terwujudnya kerjasama antara koperasi itu.
H. Keluh Kesah Muasal Gairah
Telusur
logika menyimpulkan koperasi layak di operasionalkan. Konsepsi yang
memuat nilai-nilai dan prinsip-prinsip sangat rasional dijadikan mesin
pencetak kemakmuran ekonomi, sosial dan budaya. Koperasi juga berpeluang
menjadi satu kekuatan besar yang bisa mempengaruhi banyak sisi
kehidupan masyarakat.
Pengungkapan peta realitas dan masalah yang melingkupi kehidupan
koperasi dalam tulisan ini, sesungguhnya bagian dari upaya membentuk
kesamaan persepsi dan sekaligus membangun semangat untuk menyusun
langkah-langkah. Kalau kemudian faktanya belum berkembang, pada titik
itulah sesungguhnya letak medan perjuangan. Bayang keberhasilan nan
indah sepatutnya dijadikan sebagai magnet semangat dan sumber inspirasi
bagi tertemukannya cara-cara yang lebih efektif bagi keberdayaan
koperasi. “Continues improvement” harus dijadikan sebagai budaya dalam mengembangkan setiap gagasan dan mensikapi pencapaian koperasi.
I. Penghujung : Menggugat Judul Tulisan
Hidup
bersama, saling percaya dan saling berbagi bukanlah perkara mudah,
kecuali bagi orang yang bisa merubah kata “Aku, dia, mereka dan kamu”
menjadi kata “kita”. Sementara
itu, mewujudkan kata “kita” dalam arti luas hanya biasa di dilakukan
orang-orang yang bijaksana dalam berfikir maupun dalam tindakan. Hal ini
sangat di pengaruhi oleh kualitas spiritualitas seseorang.
Dalam
perspektif usia, kebijaksanaan sering didapati pada mereka yang sudah
tua (baca: kakek-kakek atau nenek-nenek) dimana mereka telah mengalami
asam garam kehidupan. Mereka mulai fokus pada investasi sosial (social investmen) sebagai bagian dari upaya mempertinggi “nilai kebaikan” di pandangan Tuhan. Sementara
itu, di kebanyakan kaum muda yang lahir di zaman serba instan banyak
terjangkit virus individualisme yang cenderung egois dan bahkan autis
dalam tanda kutip. Hal ini sangat berseberangan dengan nilai-nilai
kolektivitas (kebersamaan) yang diperjuangkan koperasi.
Oleh karena itu, tulisan ini sengaja mengambil judul aneh yaitu “membangun koperasi melalui pelibatan Kakek-kakek, Nenek-Nenek Atau Anak Muda Yang Aneh”. Keanehan merupakan bagian dari cara mengajak “kontemplasi berjamaa’ah” tentang hakekat koperasi dengan harapan akan mendatangkan lompatan keyakinan dan sekaligus melahirkan semangat pembuktian.
Akhirnya, semua ini bukan tentang kakek-kakek, nenek-nenek atau anak muda yang aneh, tetapi tentang perlunya membudayakan kebijaksanaan berfikir dan bertindak di keseharian hidup sebagai pra-syarat membangun sebuah koperasi yang tangguh. Semoga berkoperasi tidak hanya meningkatkan kualitas ke “KITA”an segenap lapisan masyarakat , tetapi juga menjadi bagian dari upaya mempertinggi “nilai kebaikan” di pandangan Tuhan. Aminn. Semoga menginspirasi……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar